Nahdhatul Ulama (NU) organisasi Islam terbesar di Indonesia. Kiprahnya
dalam membangun bangsa dan Negara tidak bisa disanksikan lagi.
Sejarah mencatat keterlibatan NU dalam menegakkan kemerdekaan
Indonesia dengan revolusi jihad yang fatwakan oleh Sang Pendiri NU,
Al-maghfurlah KH Hasyim Asy’ari. Bahkan para kiai-kiai pelosok desa yang
berbasis NU terlibat langsung membela kemerdekaan Republik Indonesia, melawan
penjajahan. Di Pondok Pesantren Sidogiri, Al-maghfurlah KH Abd Jalil
Ayahanda dari KH Nawawi Abd Jalil Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri gugur mati
syahid dan masih banyak kiai-kiani dan kaum muda NU yang terlibat langsung
melawan penjajahan demi tegaknya kemerdekaan Republik Indonesia ini.
NU hingga kini masih eksis. Di usinya yang sudah tua (90 tahun) telah
melahirkan banyak tokoh-tokoh yang berkiprah di Negara tercinta ini. Sebab NU
tidak hanya mengayomi masyarakatnya, namun juga mengayomi bangsa dan Negara. Maka
tidak heran, sikap NU yang moderat (tasamuh) dan seimbang (tawazun) banyak
menjadi perhatian penelitian orang-orang luar NU bahkan dari orang luar Indonesia
ini.
Masalah perbedaan adalah hal yang wajar. Ttanpa adanya perbedaan
suatu organisasi tidak akan maju dan berkembang. Mengutip pendapat Ayahanda
Prof Lafran Pane (Pendiri HMI) dalam buku 5 Tulisan Lafran Pane hlm 96: suatu
organisasi hanya bisa maju dan dinamis kalau ada perbedaan paham di antara para
anggotanya. Bahkan kalau mau jujur di masa Nabi Muhammad pun telah terjadi
perbdaan perspektif di kalangan sahabat-sahabat termulia.
Mengenai tulisan saya sebelumnya, bukan bermakna penulis takut akan
citra baik NU. Sebab kita bisa membaca mana oknum dan mana NU. NU dari dulu
hingga sekarang penulis rasa masih memegang konon asas yang dibangun oleh Al-maghfurlah
KH Hasyim Asy’ari yang berhaluan Aswaja (Ahlus Sunnah Waljama’ah). Tetapi yang
menjadi perhatian penulis. Karena kita hidup di zaman yang serba digital dan
hujan informasi begitu deras mewarnai kehidupan masyarakat modern era kini. Terus
terang saja, penulis pernah diserang orang-orang wahabi lantaran tokoh kita
(NU) menurut penilaian mereka membela syiah. Kita mengetahui orang-orang wahabi
pastinya keblinger dan anti syiah. Syiah pun demikian. Sehingga yang
menjadi korban adalah kita-kita yang mengaku NU Aswaja. Tetapi penulis sepakat,
meski di tubuh NU terjadi perbedaan (yang menurut subjektifitas penulis akan
menambah wawasan keilmuan), orang-orang pembenci NU tidak akan bisa
menyukainya.
Kembali kepada topik, NU itu seksi sehingga kalau ada perbedaan
menyebar cepat bagai kilat di masim hujan. Kita yang muda-muda ini, alangkah
baiknya menyebarkan paham NU kepada generasi di bawah kita serta memperkanalkan
khazanah keilmuan yang dimiliki ulama-ulama NU yang keilmuaannya bersanad
(sambung) dengan baginda Rasulullah saw.
Sebenarnya ancaman bagi generasi muda seperti kita ini bukan
perbedaan-perbedaan ulama, tetapi kebodohan kita yang menyelimuti darah daging
kita. maka wajar, kalau ayat pertama yang turun kepada Baginda Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wasallam adalah “iqra’”.
Rohmatullah Adny Asymuni
Kader Muda NU dan HMI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar