Saat Aksi 212 pemimpin NU secara sturuktural tidak memerintahkan warganya untuk ikut AKSI, namun tidak melarang ikut aksi secara parsonal tanpa mencatut bendera NU. Itu bukan berarti NU tidak mendukung aksi keislaman, lebih dari itu NU menjaga stabilitas, keamanan warga Indonesia, bukan hanya warga NU saja yang notabene beragama Islam aswaja 100%.
Saya baru memahami kenapa ketum PBNU secara lembaga tidak menghimbau warganya ikut AKSI 212 dan aksi-aksi yang lain, bukan berarti ketum NU tidak mendukung umat Islam, bukan berarti NU sekuler, tidak pro umat Islam. Bukan. Namun ternyata, yang ada dalam benak pikiran NU adalah bagaimana umat Islam dan warga Indonesia tetap stabil, menjaga kerukunan, kedamaian.
Terbukti saat saya diberi amanah menjadi guru tugas (da'i) oleh Pondok Pesantren Sidogiri di wilayah NTT Kabupaten TTU yang mayoritas beragama Kristen, ada salah satu pendeta mendekati saya, lantaran saya pakai sarung, peci dan baju koko putih yang biasa dipakai santri Sidogiri. Seperti maklum, api politik DKI Jakarta saat pemilihan Gubernur DKI, bola panasnya merembet ke wilayah NTT yang mayoritas beragama Kristen, merupakan kewajaran disaat mereka membela Ahok, mati-matian karena seagama. Apa isi pertanyaan dari Pendeta itu ke saya?. Dia bertanya, kamu NU atau Muhammadiyah?. Saya tanpa ragu menjawab: saya NU dari kecil, akhirnya dia bilang NU silakan dakwah di sini, dan pendekata itu berkata saya menghormati NU.
Sebab hanya NU dimata mereka yang mampu mendamaikan sengitnya politik DKI Jakarta. Oleh sebab itu, jangan langsung menuduh NU tidak pro Islam, kontra kaum muslimin. NU tidak hanya mengurusi warganya, tapi juga mengurusi umat bangsa Indonesia. Makanya NU mempersilakan yang mau ikut demo asalkan tanpa membawa atribut ke-NU-an, itu merupakan strategi ganda, agar warga NU yang ada di wilayah yang mayoritas non muslim bisa bermualamah, bisa berdakwah dengan baik, menunjukkan akhlak yang mulia.
Oleh sebab itu, NU tetap dapat menjaga stabilitas dan kedamaian bangsa Indonesia. Dengan strategi begitulah setiap warga NU dapat menjalankan misi dakwahnya dengan sempurna.
Di Sidogiri sendiri, melalui organisasi IASS (Ikatan Alumni Santri Sidogiri) ikut berpartisipasi atas suksesnya demo sebagai bentuk solidaritas dan mendukung aksi keislaman sebagai bangsa yang baik. Bukan berarti IASS bertolak belakang dengan NU. Artinya IASS membela dan mendukung keadilan, sementara NU sebagai benteng perdamaian disisi yang lain.
Kalau kita mampu melihat secara objektif dan dengan hati nurani bukan dengan kacamata kuda, apalagi kacamata kebencian, tak akan ada dalam benak hati kita melihat kebencian kepada siapapun. Termasuk mampu menilai NU dengan kacamata kearifan.
Namun karena NU bukanlah malaikat, bukan pula setan, yang boleh jadi ada dalam kebenaran, namun tak menutup kemungkinan melakukan kesalahan. Dengan demikian, setiap kebenaran yang terlontar harus kita patuhi, dan setiap kesalahan yang muancul harus kita luruskan. Meluruskan dengan hati bukan dengan caci maki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar