Minggu, 15 Oktober 2017

TAK CUKUP SEMBOYAN ASAL BAIK


Tak sedikit manusia itu terjebak atas nama kebaikan dan perbaikan kebijakan, namn caranya tak baik, akhirnya bukan kebaikan yang terlihat tapi kebalikannya. Hal demikian karena tak mampu mengimplementasikan arti dan nilai-nilai kebaikan akan setiap kebijakan, apapun bentuk kebijakan tersebut, baik kebijakan level pemerintah hingga level lapisan akar rumput.

Kita ambil contoh sederhana, ada kebijakan polisi ingin menertibkan lalu lintas dengan adanya pelarangan bagi saiap saja yang berjualan di area yang dilarang. Hal demikian itu baik, namun saat polisi dalam menertibkan keamanan dan lalu lintas yang baik dengan cara yang tak baik, misalnya dengan cara kekerasan, membanting grobak penjual, atau intimidasi lainnya, kan tidak baik, ya karena caranya saja yang kurang tepat. 

Coba kalau saling meluangkan waktunya untuk saling berpikir dan mencari solusi terbaik dan jangan sampai kemudian ada tindakan anarkis, merobohkan atau menghancurkan barang-barang penjual yang merupakan bagian masyarakat yang ingin mencari rezeki dan ketahanan hidup dengan berjualan jalan kaki, dorong grobak dan semacamnya. Kadang memosisikan diri sebagai orang lain itu sangat penting, agar merasakan pahitnya apa yang dirasakan orang lain. Apalagi masih banyak solusi yang tak harus dengan mengorbankan masyarakat.

Di sinilah pentingnya mengawinkan kebaikan dengan cara yang baik. Sama juga dalam dunia berdakwah. Berdakwah itu baik, tapi manakal dakwah tak disertai dengan strategi/cara dan metode yang baik juga tidak akan mengenai sasaran. Karenanya, Wali Songo dalam mendakwahkan ajaran Islam di bumi Nusantara ini lentur dengan budaya dan dengan dengannya Islam dapat diterima oleh penduduk Nusantara hingga terjadilah islamisasi budaya.

Betapa agungnya ajaran Islam, dalam konsep bertetangga saja, Islam menghormati hak-hak bertetangga. Ini menjadi bukti dalam bermasyarakat tidak cukup hanya berbekal semboyan "yang penting baik" tapi juga dalam bermasyarakat musti harus sadar apakah kebaikan itu tak mengganggu orang lain. Contoh riilnya, mengaji pakek speaker malam hari itu baik, namun saat ada orang yang sedang sakit, orang mau istirahat tidur malam kalau merasa terganggu, lebih baik mengaji tanpa speaker, sebab subtansinya bukan ada di alat pengeras suara, tapi dibacaan, qiraah. Beda halnya kalau tak merasa terganggu dan sudah menjadi budaya yang telah disepakati dan maklum. 

Dari sinilah, kebaikan perlu dilestarikan dengan cara baik pula. Masih ingatkah di saat Raden Syahid mengambil makanan pokok yang disimpen oleh pihak kerajaan yang diberikan pada rakyat, dalam pandangan guru spiritualnya, Sunan Bonong bahwa tindakan Raden Syahid diibaratkan mencuci pakaian dengan air kencing.
Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

PALING PUPULER

KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI

Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...