Sejarah pra Islam mengatakan bahwa dalam rumah tangga, manakala
terlahir wanita, tuan rumah dan seisinya tidak bergembira ria, penuh kecemasan
dan problematika lainnya. Bahkan dalam sejarahnya, wanita selalu dikucilkan, tidak
dipenuhi hak-haknya bahwa disaat orang tuanya meninggalpun, ia tak dapat
menerima warisan, harta peninggalan orang tuanya. Wanita tidak memiliki peran
penting dan strategis, tak memiliki kehormatan dan kemuliaan. Wanita-wanita
hanya dijadikan pemuas nafsu belaka, dijual-belikan menjadi sebuah komoditas
dan dikomirsialkan di pasar-pasar. (Lihat Kitab Karya Abuya Sayyid Muhammad bin
Alawi Al-Maliki, Adabul Islam Fi Nidzamil Usrah, hal 7).
Disebagian umat Eropa, wanita tidak memiliki kebebasan, hak
pribadinya dijajah dan dikekang. Wanita hanya diciptakan tidak lebih menjadi
pelayan lelaki semata. Ia tak memiliki hak kebebasan, tak memiliki hak
berpakaian serta harta yang dihasilkan dari jerih keringatnya pun dijajah.
Semua akan haknya diembargo dan dipasung. Di Arab pun sebelum Islam datang, wanita-wanita dilecehkan dan
diremehkan. Al-Qur’an memberikan gambaran bagaimana keadaan bangsa Arab
terdahulu dalam menyikapi kelahiran anak perempuan :Apabila seseorang dari
bangsa Arab diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah (58). Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka
tetapkan itu. (59) (QS. An-Nahl). Orang-orang Arab terdahulu tidak
memberikan hak warisan kepada anak-anak perempuan mereka dan anak-anak kecil.
Orang Arab terdahulu hanya memberikan hak warisan kepada anak lelaki, yang
pandai bertempur dan berperang melawan musuh-musuhnya. Inilah sekelumit sejarah
kelam bangsa terdahulu sebelum datangnya Islam yang tidak pernah
mendiskriminasikan siapa saja, termasuk kepada kaum wanita, bahkan kehadiran
Islam menjadi sinar terang benderang yang mengangkat derajat kaum wanita di
tengah-tengah keluarga dan dunia. Islam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
tanpa pandang bulu dan pilih kasih. Hal demikian tercermin indah dalam
Al-Qur’an yang atinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (An-Nisa 07).
Membangun keluarga
yang Islami yang penuh dengan desain kasih sayang, cinta, ketenangan dan
ketentraman adalah merupakan dambaan setiap umat manusia, lebih-lebih bagi
manusia yang telah berumah tangga. Setiap keluarga pasti menginginkan keeratan
dan solidaritas kekeluargaan yang cukup tinggi. Tidak ada ceritanya orang yang
punya akal sehat berkeinginan keretakan dalam tubuh kekeluargaan. Untuk
menjalankan roda kekeluargaan yang penuh cinta, kasih sayang dan ketentraman, setiap
komponen keluarga dimulai dari Bapak sebagai kepala keluarga, Ibu dan
anak-anaknya yang menjadi sistem berjalannya kekeluargaan, harus saling
mengerti hak dan kewajiban masing-masing komponen.
Membangun keluarga
yang sakinah mawaddah wa rahmah tidak akan tercapai kecuali bila
anak-anaknya mengerti akan pentingnya memuliakan dan menghormati kedua orang
tua, tidak membengkang dan melawan orang tua. Dengan demikian jargon baiti
jannati (rumahku surgaku) bukanlah ilusi tetapi bukti nyata. Apalagi
syariat melarang terjadinya uququl walidain (tidak menghormati orang
tua) sebagaimana yang telah disinggung oleh Al-Qur’an dan hadits. Dalam salah
satu hadits Imam an-Nasa’i dengan sanad jayyid (baik), Rasulullah
Shollahu alaihi wasallam bresabda: Tiga orang yang tidak akan diperhatikan
Allah kelak pada hari Kiamat: Seseoarang yang berani melawan oarang tuanya,
pecandu khomar (minuman terlarang), dan sesoran yang mengungkit-ngungkit
(pemberiannya). Dan tiga oarang yang tidak akan masuk surga: seseorang yang
berani melawan (menentang) orang tuanya, dayyyuts (lelaki yang menetapkan
perlakuan keji (terlarang) untuk keluarganya) dan wanita yang menyerupai kaum
lelaki.
Agar terjalin tatanan
kekeluargaan yang penuh dengan kasih sayang dan solidaritas yang tinggi, setiap
komponen keluarga harus mampu menciptakan silaturahmi antar keluarga. Dengan
adanya silaturahmi akan menciptakan suasana keakraban dan merasa saling
dihormati dan dihargai. Oleh sebab itu, Islam mengecam keras tindakan pemutusan
tali silaturahmi. Perhatikan Al-Qur’an surat Muhammad ayat 22: Maka Apakah
kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan?. (QS.Muhammad 22). Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliky menjelaskan bahwa
silaturahmi ada dua macam: silaturahmi umum dan silaturahmi khusus. Silaturahmi
secara umum adalah hubungan dan pertalian diniyyah Islamiyyah yang
menghubungkan antar personal umat islam, satu sama yang lain di seantero dunia
ini. Hubungan dan pertalian yang berdasarkan diniyyah Islamiyyah
merupkan nikmat teragung yang Allah anugerahkan kepada umat Islam. Silaturahmi
umum ini wajib dijaga dan disambungkan dengan menampilkan kasih sayang antar
sesama, berlaku adil, arif, merealisasikan hak dan kewajiban dan kemaslahatan.
Sementara silaturahmi khusus hanya berkisaran hubungan dan pertalian yang
terjadi diantara personal keluarga.
Termasuk diantara yang menyebabkan robohnya tatanan keluarga adalah
perzinahan. Zina merupakan kekejian yang dapat mematikan dan merobohkan
sendi-sendi keluarga. Keluarga menanggung beban moral, malu dan yang paling
parah adalah menanggung dosa perzinahan yang terjadi pada keluarga. Sebagaimana
yang telah dimaklumi bahwa zina merupakan dosa besar setelah kekufuran dan
pembunuhan.
Rohmatullah Adny Asymuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar