Dalam buku Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah yang ditulis oleh Prof.
Dr (Hc). KH. Ma'ruf Amin dijelaskan bahwa pada mulanya, sistem ekonomi
syariah tidak mendapatkan tempat dalam sistem perekonomian di Indonesia.
Namun saat ini, seiring dengan kerja keras berbagai pihak, ekonomi
syariah telah diakui sebagai sistem ekonomi alternative di Indonesia.
Saat ini Indonesia menganut dual economic system, yakni sistem ekonomi
konvensional dan sistem ekonomi syariah. Ekonomi syariah telah terbukti
memberikan sumbangsih besar pada stabilitas sistem keuangan di
Indonesia, disamping juga menjanjikan adanya perbaikan dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Hal itu tidak lain karena ekonomi syariah
mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi,
antikorupsi, dan eksploitasi.
Diantara buktinya, lembaga keuangan syarifah, baik perbankan, asuransi, pasar modal, multifinance, ataupun bisnis syariah tumbuh dengan cukup pesat. Sampai akhir Januari 2012 ada sekitar 2.202 lembaga keuangan syariah yang terbesar di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat sangat antusias dengan hadirnya sistem ekonomi syariah.
Namun meski demikian menurut hemat penulis, ada tantangan terbesar bagi setiap lembaga keuangan syariah, perbankan syariah, bmt syariah (seperti bmt ugt Nusantara) dan lembaga-lembaga lain yang berbasis syariah. Tantangannya antara lain adalah dengan kehadiran fintech (financial technologi) baik yang legal maupun yang tidak legal, jika perbankan syariah dan lembaga keuangan lainnya, semisal bmt tidak bisa mengambil peluang ini, sedikit demi sedikit akan mundur selangkah atau tiga langkah dari lembaga lain yang mengambil peluang ini.
Kita baru saja menyaksikan dengan mata kita sendiri, bagaimana nasib seorang yang meminjam uang online yang disediakan oleh fintech yang -katanya ilegal itu atau katanya adanya yang legal terdaftar di OJK, tapi kebobolan- akhirnya ada salah satu peminjam uang online tersebut diancam dan diteror dengan kata-kata yang tidak etis dan islami. Bahkan penyedia hutang onlien atau jasa fintech yang tidak legal itu telah berhasil menjadikan pihak peminjam korban bunuh diri dengan meninggalkan surat wasiat yang berbunyi: KEPADA OJK DAN PIHAK BERWAJIB, TOLONG BERANTAS PINJAMAN ONLINE YANG SELALU MEMBERI JEBAKAN SETAN. WAHAI PARA RENTENIR ONLINE KITA BERTEMU NANTI DI ALAM SANA.
Di sinilah perbankan syariah dan lembaga non perbankan yang berbasis syariah wajib hadir dan menjawab kebutuhan masyarakat. Jangan sampai ada lagi masyarakat bunuh diri karena jeratan riba yang kain mencekik, dan karena frustasi peminjam akibat teror yang terus menerus dan kata-kata yang mematikan dengan menurunkan kehormatan pihak peminjam seperti yang terjadi baru-baru ini.
Siapa yang semustinya bertanggung jawab atas kasus ini?. Tidak lain adalah kita semua. Pemerintah, lembaga keuangan, OJK, dan para cendekiawan muslim, ulama dan ustadz untuk memberikan edukasi pada masyarakat akan bahaya riba dan bunga yang mencekik itu. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi dan atau meminimalisir adanya praktek pinjaman uang online yang kata salah pihak korban memberikan bunga yang begitu tinggi,dan sisi lain akses yang begitu mudah tanpa kenal dan tatap muka satu dengan yang lain. Hanya dengan menyetorkan identitas, nomor Hand-Phone dan KTP, pihak peminjam bisa langsung dapat cairan dana pinjaman. Kemudahan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak pemberi pinjaman, yakni fintech untuk mengambil keuntungan dari masyarakat dengan memberikan bunga yang lumayan tidak sedikit. Bagaimana tidak, dengan satu kali peminjam di aplikasi fintech yang tidak bisa bayar hutang, kemudian diarahkan untuk hutang lagi pada aplikasi fintech yang lain, dengan kata lain, gali lobang tutup lobang.
Saran dari penulis pada pihak perbankan syariah dan pegiat ekonomi syariah, lembaga keuangan maupun non keuangan syariah, sudah saatnya memberikan akses kemudahan bagi masyarakat untuk meminjam dengan komitmen bayar tepat waktu. Agar masyarakat tidak tergiur dengan fintech-fintech yang memberikan kemudahan pinjaman tapi juga memberikan teror dan segala tindakan yang menjatuhkan martabat peminjam.
Saran penulis pada masyarakat, wabil khusus masyarakat milenial yang ditangannya hape dan internet, jangan mudah tergiur dengan meminjam uang di aplikasi fintech yang ilegal. Dan bagi masyarakat kalau tidak mendesak dan tidak sangat membutuhkan jangan sekali kali berhutang, meminjam uang, apalagi pihak yang memberi pinjaman melakukan dosa riba, bunga yang begitu besar. Jangankan yang besar, riba yang sedikit saja tetap haram dan menyebabkan pelakunya masuk neraka, wal iyadzu billah.
Bagi masyarakat hendaknya, menahan diri dari gaya hidup yang bermewah-mewahan. Apalah arti bergaya hidup dengan mobil yang banyak, rumah yang banyak kalau semuanya dari hasil hutang apalagi hutang berbunga yang jelas diharamkan oleh Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Melihat kasus ini, perbankan syariah dan pelaku syariah lainnya, harus terdorong untuk melakukan kemudahan memberikan akses bagi masyarakat agar terhindar dari praktek pinajaman dana yang berujung pada bunuh diri. Dan bagi para pegiat ekonomi syariah, dosen dan ustadz untuk selalu memberikan edukasi akan bahaya praktek riba. Setidaknya yang perlu dipraktekkan oleh pegiat ekonomi syariah dan yang harus diketahui oleh masyarakat antara lain adalah bahwa apa yang telah dilakukan setidaknya harus memenuhi tujuh prinsip yang harus dijadikan landasan menjalan praktek ekonomi sebagai berikut: yaitu,
Pertama adalah Maslahah, artinya aktifitas ekonomi harus dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat (jalbu almashalih wa dar'u almafasid).
Kedua, adalah ridho, artinya aktifitas perekonomian harus dilakukan atas dasar suka rela (taradhi) dengan tanpa mengandung unsur paksaan/ikrah. Menurut KH. Ma'ruf Amin bahwa kaidah saling sukarela antara pihak yang melakukan transaksi ini merupakan prinsip yang fundamental dalam setiap aktifitas perekonomian syariah, sehingga kedua belah pihak dapat terhindar dari aktifitas ekonomi yang didalamnya terdapat unsur tekanan, paksaan, penipuan, atau ketidakjujuran. Namun demikian, semua aktifitas perekonomian yang didasarkan atas prinsip sukarela tidak secara otomatis dianggap sah secara syar'i, karena pada dasarnya saling rela merupakan prinsip dalam aktifitas perekonomian, bukan menjadi penyebab dibolehkannya sesuatu yang dilarang. (ar-ridha ruknun li al-aqdi wa laisa sababan li al-hilli).
Ketiga adalah gharar, artinya praktek perekonomian harus jauh dari tipu daya ('adam al-gharar). Imam al-Khatibi menyatakan bahwa setiap jual beli yang tidak diketahui maksudnya dan tidak bisa diukur maka termasuk gharar. Mislanya menjual ikan yang masih di lautan, menjual burung yang masih terbang di udara. Maka setiap transaksi ekonomi yang mengandung penipuan (gharar fahisy) dianggap tidak sah.
Keempat adalah khidmah, artinya aktifitas ekonomi harus mampu mewujudkan pelayanan sosial (tahqiqul alkhidmah al-ijtimaiyah). Aktivitas ekonomi syariah harus diorientasikan pada terciptanya pelayanan sosial yang bisa meringankan beban kaum yang lemah secara ekonomi. Prinsip ini harus menjadi tujuan dari setiap aktifas ekonomi syariah, karena dalam ekonomi syariah selain diperbolehkan untuk menambah keuntungan dan kekayaan yang berlimpah, juga harus memperhatikan kondisi sosial di sekitarnya.
Kelima adalah adil, artinya setiap aktifitas ekonomi harus mengarah pada terciptanya keadilan dan keseimbangan (al-adlu wa at-tawazun). Ekonomi syariah harus dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan menghindari unsur-unsur kezaliman. Segal bentuk aktifitas ekonomi yang mengandung unsur penindasan tidaklah dibenarkan.
Keenam adalah mubah, artinya segala bentuk aktifitas dalam ekonomi (muamalah) pada dasarnya hukumnya adalah boleh (mubah), kecuali jika ditentukan lain oleh suatu dalil. Prinsip ini merupakan landasan dalam menentukan hukum suatu transaksi.
Ketujuh adalah istirbah, artinya aktifitas ekonomi syariah juga harus memperhatikan prinsip profitable (al-istirbah), karena setiap kegiatan ekonomi tentunya mengharapkan adanya keuntungan. Jadi tidak logis jika transaksi ekonomi tidak mengharapkan keuntungan.
Demikian prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh masyarakat umum dan pegiat ekonomi khususnya. Prinsip-prinsip inilah yang kemukan oleh KH. Ma'ruf Amin yang kini terpilih sebagai Wakil Presiden Indonesia 2019-2019.
Oleh: Rohmatullah bin Asmoeni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar