Minggu, 28 Juli 2013

HIKMAH DIBALIK PENSYARIATAN RUKUN ISLAM
























Ibadah-ibadah yang Allah wajibkan pada hambanya berupa rukun-rukun islam seperti membaca dua kalimat syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji, sejatinya Allah tidak mensyariatkanAnya secara sia-sia. Allah SWT mensyariatkan semua ibadah-ibadah yang diwajibkan pada semua hambanya tidak ada tujuan lain kecuali untuk memantapkan iman padaNya, mensucikan hati, memotivasi agar terbiasa berpegang teguh pada akhlak yang baik, perangai yang terpuji dan kebiasaan yang bagus nan indah.
Untuk sholat misalnya, Rasulullah SAW memberikan gambaran sholat tak ubahnya mandi. Bayangkan bila kita setiap hari mandi lima kali dengan teratur tanpa bolong-bolong, akankah kita dapati diri kita keadaan kotor, kumuh dan acak-acakan? Tentu tanpa pikir panjang kita jawab; badan kita akan bersih dengan mandi, wajah menjadi ceria, semangat menyala-nyala. Begitu juga sholat lima waktu yang kita laksanakan setiap hari akan menjadikan bersih pada diri kita yakni dengan sholat Allah SWT menghapus dosa kita yang tak ubahnya kotoran yang memperburuk penampilan dihadapan Allah. Sering kita dengar, pada hari kiamat pertama kali yang akan dihisab oleh Allah adalah sholat. Rasulullah saw menegaskan pada kita bahwa bila sholat kita baik maka amal perbuatan yang lain juga baik dan sebaliknya.
Adapun hikmah diwajibkannya rukun Islam yang ketiga, yakni zakat adalah menyucikan diri, menghilangkan sifat-sifat yang tidak terpuji berupa pelit (bakhil). Sebagaimana yang disinggung Al-Qur’an, surah At-Taubah 103 yang artinya: Ambillah dari harta mereka (orang-orang kaya) zakat yang akan membersihkan dan menyucikan mereka. Maka tak heran jikalau sahabat Abu Bakar As-Shiddiq memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Dalam Al-Qur’an Allah sering menggandengkan zakat dengan orang mukmin yang artinya orang yang merasa dirinya beriman niscaya dia akan mengeluarkan zakat yang dia punya.
Lain halnya dengan ibadah puasa. Diantara tujuan mulia puasa adalah menanamkan benih khasyyah (rasa takut) pada Allah dalam lading hati dan menjaga diri dari hal-hal yang tidak pantas dilakukan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah 183 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan puasa atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. 

Selain itu, Allah SWT merahasiakan pahala puasa dan tidak menenentukan besaran pahalanya. Allah SWT dalam salah satu hadist qudsy menyatakan: “setiap amal perbuatan Bani Adam adalah milik dari pelakunya kecuali puasa. Puasa adalah milikku dan akulah yang akan membalsnya.” Dalam kitab 200 pertanyaan dan jawaban tentang hukum puasa yang ditulis oleh syaikh Mahmud As-Siba’i, salah satu Ulama Al-Azhar menuturkan: Allah tidak menjelaskan pahala puasa karena betapa mulianya puasa bulan ramadhan dan betapa cintanya Allah kepada puasa ramdhan. Puasa merupakan ibadah sirriyah (rahasia) yang hanya diketahui Allah dan pelakunya. Bisa saja seorang diluar rumah pura-pura puasa dan berlagak orang puasa, tapi di dalam kamar dia makan. Siapa yang tahu kalau dia itu tidak puasa, tidak ada yang tahu selain Allah dan pelakunya itu sendiri.

Mari kita sambut bulan suci ramadhan dengan hati gembira karena Allah, sebab di bulan suci ini banyak investasi pahala yang nantinya kita peroleh. Bahkan, saking mulianya bulan suci ramadhan ini, Rasullullah saw memberi kabar gembira pada kita bahwa pada bulan suci ramadhan pintu-pintu surge dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu, sehingga kita dapat semaksimal mungkin dalam menjalankan puasa ramadhan dengan baik. Tapi tidak sedikit Rasullullah menyinggung pada kita yang puasa, betapa banyak orang yang puasa dia tidak mendapatkan apa-apa selain rasa lapar dan haus. Oleh karena itu, kita perlu hati-hati dalam puasa, perlu menjaga puasa, menjaga dari perbuatan yang dapat membatalkan puasa dan membatalkan pahala puasanya. Rasullullah SAW mewanti-wanti kita agar tidak terjerumus pada golongan yang hanya mendapatkan rasa lapar saja lantaran dia membatalkan pahala puasa dengan perbuatan yang semestinya tidak harus dilakukan.

Adapun hikmah tujuan diwajibkannya pergi kebaitullah adalah pengumpulkan semua orang islam yang ada disegenap penjuru, dari timur sampai barat untuk saling mengenal satu sama yang lain, memperbaharui rasa kasih sayang, cinta dan kerinduan, saling berbagi kemanfaatan yang Allah halalkan diantara mereka dan memperbanyak dzikir, mengingat Allah SWT dan menyembahNya. Sebagaimana yang telah Allah tegaskan dalam ayat suci Al-Qur’an surat Al-Hajj 27-28 yang artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (27). Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (28).

Dari ini kita dapat melihat dan mencermati bahwa ibadah-ibadah yang merupakan rukun dari rukun Islam disyariatkan supaya orang islam terbiasa hidup dengan berakhlak yang baik dan berteduh dibawah bendera akhlak yang baik dimana pun berada. Pada hakikatnya kebaikan yang kita kerjakan kembali pada kita sendiri dan kitalah yang akan menuai hasilnya, yaitu pahala yang Allah berikan pada kita. Sangat disayangkan bahkan pengakuan dusta bila kita mengaku muslim tapi meninggalkan sholat, punya uang banyak, hidup cukup mengaku muslim tapi tidak mau berbagi pada yang miskin dan fakir dengan mengeluarkan kewajiban zakat yang pada eksistensinya hak orang-orang miskin dan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, hidup sehat, fisik kuat dan tenaga kuat mengklaim dirinya muslim tapi tidak puasa, memiliki biaya yang cukup buat rumah tangganya, istri dan anak-anaknya tercukupi dan hidup mewah  berteriak muslim tapi tidak mau menunaikan kewajibannya berupa haji kebaitullah. Islam sejatinya dialah selalu mengikuti perintah Allah dan Rasulnya serta menjahui larangannya.

Semua bentuk kewajiban yang Allah bebankan pada hambanya tak ada tujuan lain kecuali kebaikan itu sendiri akan kembali pada hambanya itu sendiri. Bila hambanya menjalankan kewajibannya dengan ikhlas dan lapang dada maka Allah menjamin pahala baginya dan apabila kewajiban itu ditinggalkan jangan salahkan Allah bila hambanya disiksa. Karena setiap amal perbuatan ada tanggung jawabnya yang kelak diminta pertanggung jawaban di hari kiamat, hari di mana seorang akan lari dari saudaranya, lari dari ibu dan bapaknya, lari dari teman dan anak-anaknya karena hanya memperdulikan nasib dirinya di hari kiamat. Semoga kita semua termasuk golongan yang kanan yaitu golongan orang-orang yang selamat, Aamiin Ya Rabbal alamin.


Tidak ada komentar:

PALING PUPULER

KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI

Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...