Jumat, 18 Oktober 2013

Hukum Istishna'











Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz Rohmatullah Adny Asymuni yang kami hormati, Pak Ustadz kami mau nanya’, saya meminta pada kontraktor (tukang bangun rumah) untuk dibuatin rumah dan saya tidak langsung membayar dia, melainkan saya akan membayar diakhir kalau rumah yang dibangun sudah selesai. Bagaimana hukum kejadian dia atas menurut Islam? Terimakasih atas jawabannya Ustadz.
Zidny, Depok.


Waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Bapak Zidny yang dirahmati Allah, dalam kasus yang bapak alami diatas pada masa sekarang memang tidak bisa menjauh untuk melakukan akad yang bapak tanyakan diatas.  Realitanya yang namanya manusia pasti butuh tempat tinggal (rumah) baik rumah tinggal itu sudah ada atau rumah tinggal yang masih dalam pembangunan guna kenyamanan dan kelayakan hidup.
 Kata ulama dalam kasus diatas dikatagorikan akad istishna’. Definisi istishna’ adalah suatu kontrak jual beli antara pembeli (mustashni’) dan penjual (shoni’) di mana pembeli memesan barang (mashnu’) dengan kriteria yang jelas dan harganya dapat diserahkan secara bertahap.
Menyikapi akad ishtishna’ yang terjadi pada masyarakat, Ulama fiqh masih berbeda pendapat. Madzhab Syafii mengklaim ishtishna’ bila sesuai dengan syarat-syarat yang ada pada akad salam (pesanan) dalam artian adanya ra’sul maal (uang muka) diserahkan pada saat terjadinya pemesanan (majlis akad) maka hukumnya boleh, tapi jikalau uang mukanya tidak diserahkan pada saat terjadinya akad, maka hukumnya tidak boleh. Al-Qur’an memperkuat kebolehan akad salam dalam (surah Al-Baqarah 282 )yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan , hendaklah kamu menuliskannya.  Dan diperkuat hadist yang diriwayatkan oleh Abdillah bin Abbas Rasulullah mengatakan: barang siapa yang memesan maka memesanlah dalam takaran yang diketahui (maklum) dan timbangan yang jelas sampai pada tempo yang diketahui.
Madzhab Hanafi memperbolehkan akad ishtishna’ yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan memang keberadaan akad ishtisna’ didasarkan atas kebutuhan Masyarakat. Sehingga ulama madzhab syafii pun berpandangan, “tidak ada larangn untuk mengikuti madzhab hanafi yang menghukumi boleh atas akad istishna’ dengan alasan meringankan pada masyarakat, kebutuhan yang mendesak, dan sudah mengakar di masyarakat”. Para Ulama dan fuqaha memegang manhaj kemaslahatan pada umat sesuai apa yang diridhoi Allah dan Rasulullah SAW.
Dari sini bapak Zidny bisa mengambil pendapatnya madzhab hanafi yang memperbolehkan akad istishna’ yang notabenenya akan selalu hadir dalam kehidupan dan perekonomian masyarakat karena kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.
Wallahu a’lam bis-showab.





Tidak ada komentar:

PALING PUPULER

KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI

Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...