Minggu, 19 April 2015

PUASA RAJAB: BUKAN AJANG PERMUSUHAN

Di JAWA TIMUR, khususnya di Bangkalan, mulai sejak kecil hingga aku kelas enam Ibtidaiyah dan SD belum aku rasakan perbedaan dan perselisihan tentang kesunahan puasa Rajab. Mungkin karena memang, di Bangkalan khususnya, masih kuat penduduknya memegang teguh dan mengikuti pendapat mayoritas ulama Syafiiyah yang menghukumi sunah terhadap puasa Rajab.
Di Pasuruan pun, saat aku menimba ilmu di Salah satu Pesantren yang tertua di Nusantara yang didirikan oleh Mbah Sayyid Sulaiman Basyaiban yang masih keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon, yaitu Pondok Pesantren Sidogiri yang kini sudah berumur 278 Tahun, semua santri lebih memilih puasa rajab, bahkan dianjurkan untuk puasa rajab, tak ada sama sekali perbedaan. Sebab santri memiliki argumentasi dan dalil yang sama tentang hukum kesunahan puasa Rajab. Tidak ada yang berbeda. Sebab santri sudah biasa bersinggungan langsung dengan namanya dalil. Lewat berbagai literatur yang dikaji, mulai kitab mustholah hadis (kitab ini memuat untuk mengetahui status hadis dari aspek keshohihan, rawi dll), tafsir, ushul fiqih, apalagi Al-Qur'an dan Hadis, di setiap hari santri tidak pernah lepas dari Al-Qur'an, Santri meneliti dan mengkaji secara langsung mana dalil yang kuat dan yang lemah. Hingga tidak heran kalau dikalangan santri puasa rajab bukanlah amalan bid'ah yang oleh sekelompok golongan dianggap bid'ah dengan alasan hadisnya lemah (dhaif). Padahal kalau mereka mau jujur, banyak hadis yang shohih tentang hukum kesunahan puasa rajab, namun kenapa mereka tidak mencantumkan hadis shohih tersebut?. Ada apa dengan mereka?.

Baru setelah aku masuk di perguruan tinggi, sangat kerasa perbedaan yang sangat mencolok tentang hukum kesunahan puasa Rajab. Mulai perbedaan Tahlilan, Yasinan, Maulidan, Isra'-mi'raj, Puasa Sya'ban pasti tidak pernah habis menjadi trending topic dikalangan Mahasiswa. Tetapi sayangnya, tidak semua Mahasiwa merujuk langsung terhadap pembahasan tersebut, mereka hanya bertendensi kepada apa yang mereka dapati tanpa mengakji mendalam tentang perbedaan tersebut. Padahal seandainya mereka mau jujur dalam berilmiah betapa banayk hadis-hadis yang shohih, tetapi anehnya kenapa mereka hanya mengkritisi hadis yang lemah, kenapa tidak menerima hadis lain yang shohih dalam membahas hukum kesunahan puasa Rajab. 

Terakhir dari penulis, jujur dan objektiflah di dalam berargumentasi, jangan sembarngan bilang bid'ah tanpa mengetahui adanya dalil lain yang memperbolehkan. Kasihan umat islam yang awam seperti penulis kalian bid'ahkan. Ketika umat Islam dibid'ahkan, betapa banyak yang tersesat dalam perspektif kalian, maka betapa banyak umat Islam yang secara otomatis masuk neraka, karena setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan itu dalam neraka.
Ayo saling menghargai perbedaan, bangun hidup romantis dan harmonis seperti tak ubahnya kekasih yang saling mencintai. Sebab Rajab bukanlah ajang permusuhan sesama Muslimnya, meski berbeda pendapat. Akan lebih baik hidup damai dalam perbedaan.

Tidak ada komentar:

PALING PUPULER

KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI

Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...