Tak ada yang lebih aneh daripada perasaan yang bergejolak di hati seorang yang lagi bercinta. Tak sedikit dari mereka merasakan pilu, enyah, gelisah dan tak menentu menghadapi jiwanya yang kian tergelora oleh pancaran cinta yang semakin lama semakin menggunung.
Bagaimana nasib dia, saat dirinya mulai membuka pintu rasa tuk diungkapkannya kepada sang belaian jiwanya. Di hatinya berharap agar cintanya terbalas dengan senyuman sejuk seperti sejuknya embun pagi hari yang menyapa taman bunga-bunga yang mekar dan mewangi. Indah dipandang mata. Tapi apa boleh buat, harapan demi harapan layu memudar seperti pudarnya mata hari di sore hari yang menjadikannya malam gelap gulita.
Bagaimana hatinya dia, saat sebelumnya ada senyum tersungging mesra, kata-kata manis yang selalu tersusun rapi menghiasi relung hari-hari yang menemaninya. Kini, tawa dan senyum yang menghiasinya mulai renggang seperti renggangnya air yang membela dua yang tak menyatu.
Bagaimana keadaan jiwanya, saat mimpi dan harapannya tidak berjalan seperti kehendaknya. Mengejar cinta yang tak bisa dikejar. Melamar cinta yang tak mau dilamar. Meminang cinta yang tak mau dipinang. Dirinya hanya berkawan lemah, pilu, enyah dan tak berdaya menyaksikan drama cinta yang dialaminya bukan dalam drama permainan flim yang telah disetting oleh sutradara.
Tetapi, dengan kegagahannya dia katakan dalam hatinya. Biarlah cinta sekarang tidak bersahabat denganku. Tetapi suatu saat cinta yang akan mengejarku bukan aku yang mengejarnya. Seketika itu, dia bangun dan sadar bahwa tidak selayaknya dia berlarut menangisi cinta yang lari darinya. Dia yakin, bahwa cinta sejatinya adalah dia yang selalu ada dalam do'a yang terpanjat setiap saat. Do'a yang mengalir ikhlas dari bibirnya yang merindukan pasangan yang diridhoi Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar