Niat merupakan pokok utama dalam setiap aktivitas yang kita lakukan,
lebih-lebih aktivitas ibadah. Saking
pokoknya esensi niat sehingga sebagian ulama mengatakan: betapa banyak
aktivitas ibadah namun tidak menghasilkan pahala lantaran niat yang buruk (su’un
niat) dan betapa banyak aktvitas dunia, namun menghasilkan pahala lantaran
niat yang baik (husnin niat). Begitulah, betapa urgennya menghadirkan
niat dalam realitas aktifitas yang tengah kita lakukan.
Karena niat
merupakan pondasi utama dalam aktifitas ibadah yang tengah dikerjakan, maka
setiap pelaku ibadah wajib ihdhar (menghadirkan) niat, sebab tanpa niat
ibadah yang dilakukan hanyalah sia-sia. Semisal saat kita wudu’, tayammum,
mandi besar, sholat, zakat, puasa, haji serta ibadah lainnya wajib menghadirkan
niat. Kemudian yang
menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah esensi niat dalam ibadah
apakah boleh dilafadzkan (diucapkan) melalui lisan?. Untuk menjawab pertanyaan
ini penulis tidak berfatwa, namun penulis menghadirkan jawaban yang telah ulama
jelaskan dengan detail di karya-karya mereka yang hingga kini bisa kita temukan
dan bisa kita jadikan pedoman dalam mengikuti sebuah hukum. Sebab sejatinya
karya-karya ulama tersebut tidak akan pernah lepas dari mashadiril hukmi
(sumber hukum) yang empat, yakni Al-Qur’an, Hadits, Qiyas dan Ijma’ ulama.
Sudah maklum bahwa
niat merupakan mutiara dalam setiap amal perbuatan karena baik dan buruknya
amal perbuatan tergantung kepada niat seperti apa yang telah disabdakan Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam:
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “- متفق عليه –
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”(Shahih Al-Bukhari, no 1).
Mengenai
mengucapkan niat di lisan saat memulai segala aktivitas tidak ada satu ulama
salaf pun yang melarang, justru yang ada mewajibkan dan yang menghukumi sunnah.
Oleh karena ulama terjadi kontradiktif dalam menghukumi esensi niat saat
diucapkan, maka keluar dari ranah khilafiyah (perbedaan) adalah
mustahab/sunnah. Dalam situasi sholat wajib kita berniat sebelum takbir dan
sunnah hukumnya mengucapkan niat. Ulama dari kalangan madzhab syafii seperti
Imam Ramli dalam kitabnya nihayatul muhtaj (1/437) mengatakan:
disunnahkan mengucapkan niat dalam lisan sebelum takbir agar senantiasa lisan
membantu hati, terhindar dari waswas, dan keluar dari pendapat yang mewajibkan
melafdzkan niat. Senada dengan komentar Imam Ramli, Al-Alim Al-Allamah Asy-Syaikh
Zainuddin bin Abd Aziz Al-Malibari, murid dari Al-Allamah Ibnu
Hajar Al-Haitami dalam kitab monumentalnya, Fathul Mu’in (16) dan
sederetan ulama syafiiyah yang lain.
Referensi mengenai hukum sunnah mengucapkan niat dalam setiap aktifitas ibadah adalah merujuk kepada apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad, bahwa beliau mengucapkan niat saat melaksanakan haji. Sayyidina Anas berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: لبيك عمرة وحجا (Hadits Shahih Muslim, no 2168). Meskipun hadits ini menjelaskan ucapan niat Nabi Muhammad dalam konteks haji, namun para ulama menganalogikan (qiyas) dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti wudu, puasa, zakat dll. Sebab pada dasarnya mengucapkan niat dalam lisan adalah sunnah sehingga bila meninggalkan ucapan niat dengan mengambil cukup dalam hati adalah sah.
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa esensi niat tempatnya dalam hati. Sementara mengucapkan niat dalam segala aktivitas ibadah hukumnya sunnah bukan haram dan bukan bid’ah seperti yang belakangan ini sering dilontarkan oleh kelompok-kelompok yang ingin memecah belah persatuan umat Islam. Bagi kita yang mengikuti paham Ahlus Sunnah Waljama’ah tidak usah khawatir dan takut dalam mengucapkan niat di setiap bentuk ibadah yang tengah dilakukan sebab tidak ada dalil yang melarang. Tidak usah terprovokasi dan terganggu dengan ucapan kelompok yang ingin memecah belah umat Islam. Kita harus berpegang teguh dengan ajaran yang diwariskan Nabi Muhammad melalui sahabatnya, tabiin hingga generasi ulama yang sampai kepada kita. Sebab merekalah sejatinya tidak pernah melenceng dari garis ajaran yang gariskan Nabi Muhammad.
Referensi mengenai hukum sunnah mengucapkan niat dalam setiap aktifitas ibadah adalah merujuk kepada apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad, bahwa beliau mengucapkan niat saat melaksanakan haji. Sayyidina Anas berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: لبيك عمرة وحجا (Hadits Shahih Muslim, no 2168). Meskipun hadits ini menjelaskan ucapan niat Nabi Muhammad dalam konteks haji, namun para ulama menganalogikan (qiyas) dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti wudu, puasa, zakat dll. Sebab pada dasarnya mengucapkan niat dalam lisan adalah sunnah sehingga bila meninggalkan ucapan niat dengan mengambil cukup dalam hati adalah sah.
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa esensi niat tempatnya dalam hati. Sementara mengucapkan niat dalam segala aktivitas ibadah hukumnya sunnah bukan haram dan bukan bid’ah seperti yang belakangan ini sering dilontarkan oleh kelompok-kelompok yang ingin memecah belah persatuan umat Islam. Bagi kita yang mengikuti paham Ahlus Sunnah Waljama’ah tidak usah khawatir dan takut dalam mengucapkan niat di setiap bentuk ibadah yang tengah dilakukan sebab tidak ada dalil yang melarang. Tidak usah terprovokasi dan terganggu dengan ucapan kelompok yang ingin memecah belah umat Islam. Kita harus berpegang teguh dengan ajaran yang diwariskan Nabi Muhammad melalui sahabatnya, tabiin hingga generasi ulama yang sampai kepada kita. Sebab merekalah sejatinya tidak pernah melenceng dari garis ajaran yang gariskan Nabi Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar