Tadi malam Kompas TV menanyangkan acara terkait LGBT. Dengan adanya acara tadi malam, kita dapat membaca bahwa gerakan LGBT memang ada dan hal ini perlu penangan serius oleh Pemerintah.
Kalau memang para pelaku dan aktivis LGBT meminta kepada pemerintah akan legalitas-formalitas keberadaan mereka penulis kira hal ini merupakan keburukan sebab LGBT bukanlah citra dan potret wajah Indonesia sebenarnya.
Indonesia bukanlah potret kaum sodomi yang suka sama sejenis. Indonesia adalah negara yang mayoritas Muslim yang punya aturan agama di dalamnya. Sebab muslim kaffah tidaklah menaggalkan ajaran agama dalam segala hal.
LGBT dalam kacamata agama adalah penyakit kronis yang harus dihindari. Akal sehat tidak akan rela menyalurkan hasrat birahinya kepada sesama jenisnya. Hewan saja yang tidak punya akal tidak akan menyetubuhi sesama jenisnya.
Penulis setuju, LGBT tidak boleh didiskriminasi. Tetapi pelaku dan aktivis LGBT harus tahu diri dan sadar bahwa LGBT ini adalah penyakit yang harus segera diobati. Tapi sayangnya, para kaum LGBT tidak mau menjadi manusia yang manusiawi: menyalurkan seksnya dengan cara normal dan legal.
Dan mereka malah membuat gerakan masif dan diskusi-diskusi terbuka yang final akhirnya klaim bahwa LGBT bukanlah ancaman. Padahal kalau jujur dalam berpikir LGBT adalah ancaman serius bagi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai norma dan agama. Secara norma LGBT sudah melanggar apalagi dalam kacamata agama.
LGBT meski merupakan sampah masyarakat dan bangsa, bagi kita yang normal bagaimana pun mereka adalah manusia yang harus kita dekati bukan kita benci, kita rangkul bukan kita pukul, kita hormati bukan kita maki. Artinya mereka harus kita sadarkan dengan kemampuan kita miliki tanpa harus memarginalkan.
Tetapi yang patut disayangkan adalah para aktivis liberal yang membela mereka dengan cara yang salah, yaitu memperbolehkan mereka menjadi apa yang mereka inginkan sesuai nafsunya bukan hati nnurani. Padahal secara hati nurani mereka pasti menolak LGBT tatapi karena nafsu, egois dan birahi dikedepan tanpa menghadirkan Tuhan dalam segala aktivitasnya. Seandainya mereka mengaku Muslim kaffah niscaya setiap apa yang datang dari Tuhannya pasti akan dipatuhi. Apalagi dilihat dari maqashid syariah LGBT adalah menyalahi pilar maqashid (tujuan) syariah. Dengan adanya LGBT tujuan syariah yang beroreintasi hifdun nasl (menjaga keturunan) akan punah.
Penulis tidak kebayang, kalau masyarakat Indonesia menjadi kaum LGBT bisa jadi negeri kita seperti jaman Nabi Luth (kamu sodomi) yang dikutuk karena perbuatannya yang melanggar dari nilai-nilai agama samawi kala itu.
Akhirnya kita hanya bisa membentengi diri sendiri, keluarga, sahabat dan masyarakat kita sendiri dengan memberikan pemahaman bahaya dan ancaman pelaku LGBT. Hanya orang-orang liberal dan cendekiawan su' (ulama su') yang membolehkan LGBT. Kerusakan bangsa ini tidak terlepas peran para cendekiawan (ulama) yang memelacurkan keilmuannya, menciderai keilmuannya dan mendistorsi hukum dengan fatwa nyelenehnya. Penulis teringat kalam hikmah ulama sufi, KH Hasani Nawawi Sidogiri yang mengatakan "al-ilmul yaum madzlum" kurang lebih artinya... ilmu era kini disalahgunakan.
Semoga tulisan kecil ini bermanfaat bagi kita sehingga kita bisa berusaha minimal menjaga keluarga kita dari virus negatif LGBT yang meracuni umat manusia. Semoga Indonesia menjadi negera yang "baldatun thayyibah wa rabbun ghafur" negara yang baik yang senantiasa dalam ampunan Tuhan pengampun. Aamiin.
Cibitung: Jumat, 12-02-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar