Penulis akui para liberalis lebih pandai bermain kata, mendostorsi ayat dan pemerkosaan ayat nash-nash hukum, dan lebih rasionalis, tapi sayangnya apa yang mereka kaji tidak lain hanyalah menebar virus liberalisme dengan membuat ijtihad sendiri dan berguru kepada oreintalis barat yang misi utamanya adalah perusakan terhadap keilmuan Islam.
Penulis kira cendekiawan muslim lebih hebat daripada para orientalis. Imam Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan sejuta cendekiawan muslim lainnya telah mewariskan keilmuan yang hingga kini masih relevans dengan perkembangan zaman. Naif rasanya, jika hari ini kita silau dengan keilmuan barat.
Kalau mau jujur, apa sih kelebihan dari kaum oreintalis dan liberalis dalam segala keilmuannya?. Bukankah kelebihan keilmuan liberalis justru melihatkan jadi dirinya dan kebobrokan dalam manhaj dan metodelogi penggalian hukum.
Sekarang coba perhatikan, kaum liberalis keukeuh memperjuangkan dan memfatwakan LGBT sah-sah saja. Dalam perspektif liberalis seperti yang ditulis oleh Musdah Mulia dalam makalah ringkasnya yang berjudul " Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta" dia menulis: Menurut hemat saya, yang dilarang dalam teks-teks suci tersebut lebih tertuju kepada perilaku seksualnya, bukan pada orientasi seksualnya. Mengapa?. Sebab, menjadi heteroseksual, homoseksual (gay dan lesbi), dan biseksual adalah kodrati, sesuatu yang "given" atau dalam bahasa fikih disebut sunnatullah. Sementara perilaku seksual bersifat konstruksi manusia.... jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasat tadi maka hubungan demikian dapat diterima.
Hanya bermodalkan paham "Islam Rahmat Bagi Alam Semesta" liberalis semacam Prof Musdah Mulia berfatwa bolehnya homo seksual. Fatwa dia tanpa metodelogi hukum. Dia hanya berfatwa mengikuti hawa nafsunya. Padahal jelas, penyimpangan seksual adalah perbuatan biadad dan haram. Bagaimana tidak, secara logika akal sehat saja, tujuan adanya pernikahan lawan jenis adalah keutuhan dan reproduksi umat manusia. Lah, kalau menikah dengan sejenis mana mungkin dapat memproduksi umat. Perlu diketahui, kita adalah umat Nabi Muhammad saw. Kalau kita ngaku umatnya, kenapa mesti membela dan berfatwa sembarangan (memperbolehkan pernikahan sejenis). Logika sederhananya, kalau ingin memperbolehkan LGBT ya janga jadi umat Nabi, jadi saja umat Nabi Luth yang membangkang dan melanggar perintah Nabinya. Bereskan.
Wallahu a'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar