Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk melebur bermasyarakat, menolong, menyayangi dan mengasihi, bukan melebur dan bermasyarakat dengan tebar kebencian, keangkuhan dan kesangaran.
Sebagai makhluk sosial, umat manusia tak akan terlepas dari pertemanan, persahabatan dan pergaulan. Dari pertemanan ataupun persahabatan timbul dengan sendiri sebuah pergaulan yang dalam istilah Arab disebutkan "al-mu'asyarah".
Dalam Al-Qur'an disinggung, bahwa seorang suami dituntut bermu'asyarah (bergaul) bersama istrinya dengan ma'ruf (baik). Dalam sekala mikro/kecil (rumah tangga) saja dalam pergaulan dituntut untuk berbuat baik, menghormati norma dan adat istiadat yang baik, memberikan kepercayaan dan kasih sayang. Apalagi dalam pergaulan yang bersifat makro/lebih luas, pastinya manusia sebagai wakil Allah (khalifah) dapat menyebarkan nilai-nilai kebaikan.
Sebagai makhluk sosial, dalam pertemanan atau persahabatan dituntut selektif bergaul. Sebab kalau tidak, dari persahabatan tidak akan mendapatkan apa-apa selain penyesalan dikemudian hari setelah sadar.
Pergaulan dapat memberikan virus positif dan negatif. Tergantung dengan siapa bergaul, atas motif apa dan untuk apa bergaul. Dalam setiap pelajaran akhlak yang dijumpai adalah bergaullah dan berkawanlah dengan orang-orang baik, itu bukan berarti mendiskriminalisasi terhadap orang-orang yang tidak baik. Tetapi pesan yang ingin disampaikan adalah ciptakanlah pergaulan yang melahirkan kebaikan. Dari pergaulan melahirkan keilmuan bagi pelajar, melahirkan kekaryaan yang bermanfaat, melahirkan patnership dalam bisnis, melahirkan hal-hal positif lainnya. Bukan justru dari pergaulan melahirkan virus negatif, melahirkan kecanduan narkoba, melahirkan mabuk-mabukan, perjinahan dan segala bentuk kriminal dan amoral lainnya.
Bukan hal yang rahasia, bila ingin melihat kebaikan dan keburukan orang lain secara lahiriyah lihatlah dengan siapa dia berkawan dan berteman. Ini bukan berarti mengajarkan kita untuk berburuk sangka kepada orang lain. Tetapi agar bisa berhati-hati dalam berkawan.
Dan pada akhirnya kebaikan dan keburukan tergantung pelaku. Keduanya diciptakan bukan menciptakan, didatangkan bukan mendatangi. Sehingga disebutkan orang yang cerdas adalah manakala mampu menciptakan keadaan hari sekarang lebih baik dari keadaan hari kemaren dan seyerusnya. Jangan sampai hari sekarang lebih buruk dari hari kemaren.
Wassalam.
Rohmatullah Adny Asymuni
Manusia yang mengharap ampunan dosa dan syafaat Kanjeng Nabi Muhammad.
Kefa, Senin, 27/02/2017.
Yakusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar