Di Bangkalan, khususnya kampung saya dilahirkan dari dahulu hingga kini ada dua pendidikan. Satunya pendidikan fokus pada ilmu umum dan satunya lagi pendidikan yang fokus pada pembentukan karakter, yaitu pendidikan agama.
Pendidikan yang memfokuskan pada ilmu umum di tahap dasar seperti SDN (Sekolah Dasar Negri). Seinget saya, jam 7 masuk dan pulang sekitar jam 11. Dahulu di sekitar desa saya belum ada pendidikan umum seperti SMP atau SMA. Tapi akhir-akhirnya sudah mulai banyak pendidikan umum baik yang murni umum maupun yang masih berbau agama seperti MTS (Madrasah Tsanawiyah).
Di waktu yang sama, setelah saya belajar di SDN (jam pulang). Baru setelah sholat zuhur, kira-kira jam setengah 1 saya belajar ilmu agama yang disebut Madrasah. Di Madrasah Miftahul Ulum Tengginah 09 yang berafeliasi (menajdi Ranting) Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Di Madrasah ini para murid (siswa/i) digembleng ilmu agama, ilmu fiqih, tauhid, tajwid, hadits dan akhlak. Untuk memperlancar kegiatan belajar-mengajar Madrasah Miftahul Ulum mendatangkan langsung GT (Guru Tugas) dari Pondok Pesantren Sidogiri, dan juga GT dari PP Nurul Cholil Bangkalan, itu seinget saya ketika masih menimba ilmu di Madrasah Ibtidaiyah.
Seinget saya juga, baru murid-murid (sebutan untuk siswa madrasah) boleh pulang sekitar jam 5 sore.
Lalu malamnya setiap siswa mengaji di kediaman para ustadz (kyai/bindereh/gus/lora, sebutan kehormatan guru). Tetapi uniknya, kita bebas, boleh mengaji di manapun, kepada guru siapapun, tidak harus di tempat menimba ilmu di Madrasah, boleh mengaji Al-Qur'an di langgar (musholla) milik gus/lora/bindereh yang lain. Saya sendiri milih mengaji di tempat yang bukan sekitar madrasah.
Dan kebanyak mereka yang mengaji Al-Qur'an di kediaman para bindereh bermalam (nginep) di komplek khusus buat tidur. Sebelum subuh dibangunin untuk sholat subuh berjamaah dan mengaji Al-Qur'an lagi ba'da subuh. Itu murid dahulu begitu, banyak yang nginep di tempat ngajinya.
Setelah lulus SDN dan Madrasah Ibtidaiyah saya pribadi tidak melanjutkan SMP lalu SMA, tidak. Malahan, saya lebih memilih mondok di Pesantren Sidogiri Pasuruan. Orang Tua masyarakat sekitar desa saya itu kebanyakan lebih mementingkan ilmu agama daripada ilmu umum.
Jadi bisa dibuat kesimpulan sementara bahwa masyarakat Bangkalan, khususnya desa saya, masyarakatnya lebih mementingkan ilmu agama ketimbang ilmu umum lainnya. Itu dahulu. Kalau sekarang saya tidak bisa memberikan pernyataan seperti itu. Terbukti di Bangkalan, Pondok Pesantren itu banyak, dan masyarakat lebih memilih menimba ilmu di Pesantren daripada yang lain.
Jadi pendidikan karakter kaum madura, khususnya di Bangkalan itu sudah terbentuk sejak ia mengenyam pendidikan madrasah tingkat dasar (Madrasah Ibtidaiyah).
Kalau Pak Menteri pendidikan yang akan menjalankan sistem full day dengan orientasi pembentukan karakter (akhlak) di berlakukan di seluruh Indonesia, saya kira tidak tepat sasaran. Sebab, saya sendiri dapati pendidkan karakter (akhlak) justru saya peroleh di Madrasah Ibtidaiyah dan Pesantren, bukan pendidikan umum. Dengan memberlakukannya sistem pendidikan yang full day (8 Jam), secara tidak langsung membunuh pendidikan karekter itu sendiri yang ada pada Madrasah-madrasah yang dikelola oleh para Kyai/Gus/Lora/Bindereh/Ustadz.
Mohon bagi Pak Menteri jangan terlalu tunduk pada kemauan Pemerintah. Jika kemauan pemerintah berdampak negatif pada masyarakat, jangan diikuti. Pak Menteri, yang juga satu alamamater dengan saya di himpunan (HMI). Mohon dikaji kembali kebijakannya. Kepada Bapak Presiden, Ir Joko Widodo, harus menghargai kami pak, warga Nahdliyyin yang rata-rata menimba ilmu dua kali (SDN/MTs pagi-siang hari, dan Madrasah siang-sore hari).
Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
Ditulis di Kefamenanu, TTU, NTT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar