Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
Sebagai wanita muslimah sejati tak ada kata tawar menawar di dalam
menjalankan syariat, apa yang telah Allah wajibkan pada dirinya. Muslimah
sejati tak akan pernah protes terhadap apa yang telah Allah wajibkan baginya
untuk menutup aurat. Hijab merupakan identitas muslimah sejati. Hijab bukanlah
suatu produk manusia, melainkan adalah bentuk ketaatan kepada Sang Penciptanya.
Namun dibalik hijab terdapat pesan moral yang sangat berharga.
Pada dasarnya kewajiban berhijab (mengenakan kerudung) bagi kaum
hawa bukan untuk mendiskriminasi atau mengkerdilkan wanita, bukan pula sebab menjadikan
wanita keterbelakangan sebagaimana yang telah dituduhkan oleh sebagian orang
bodoh yang tak suka dengan ajaran mulia Islam. Namun ternyata, dibalik hijab
terdapat nilai-nilai positif yang perlu disyukuri bagi kaum hawa, disamping
pasti bernilai pahala jika didasari atas ketertundukan dan ketaatan kepada yang
mewajibkannya, Allah yang mahakuasa. Apalagi faktanya, justru Islam datang
meninggikan martabat wanita dan memuliakannya dengan cara menghapus
tradisi-tradisi kaum Jahiliyyah yang menjadikan wanita sebagai pemuas
nafsu belaka, tidak pernah dimuliakan, tidak diberikan hak-haknya, bahkan
dikubur hidup-hidup, seperti yang sudah maklum.
Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam kitabnya, Adab al-Islam Fi
Nidzam Al-Usrah, mengatakan Islam memerintahkan kaum adam untuk bertindak baik
pada istri, menyampaikan kebaikan, menyelamatkan wanita dari perbudakan,
memberikan kemerdekaan dan hak-hak asasinya. Sebagaimana yang telah Nabi contohkan
kepada para istrinya. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam bersabda yang
artinya “Yang paling baik bagi kalian adalah yang bertindak paling baik pada
keluarganya (istri), dan aku seorang yang paing berbuat baik pada keluargaku
(istri). Kontribusi ajaran Islam yang nyata bagi kaum wanita adalah perintah
Islam untuk wanita agar senantiasa menjaga diri, membentengi diri, dan menjauhi
dari tindakan yang menarik pada prilaku fitnah dengan cara mengenakan hijab
secara syar’i.
Jikalau masih ada sebagian orang yang nyinyir dengan hijab yang
dipakai oleh wanita muslimah sejati dengan menyatakan hijab sebagai biang
kemunduran, keterbelakangan dan kemorosotan jati diri. Katakan padanya, dengan
berhijab wanita muslimah telah melakukan keterbelakangan yang terpuji dengan meninggalkan
keterbelakangan peradaban kaum Jahiliyah. Justru hijab bagi bagi kaum wanita
merupakan hiasan yang menjadikannya terjaga, termulia dan terpesona dengan
tersinari akhlak dan moralitas yang baik. Sebab dengan berhijab ia telah sadar
bahwa hijab menjadi pakaian yang dapat menjaga diri untuk melakukan hal-hal
yang bernuansa maksiat.
Hijab adalah syiar Islam, pakaian ketakwaan, mahkota keagungan dan
kemuliaan bagi kaum hawa. Dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab:59, menjadi bukti
pembeda antara muslimah sejati dan wanita Jahiliyah. Dari penjelasan ayat-ayat
yang terkait dengan hijab, orang-orang Islam yang teguh pendirian dengan ajaran
agamanya mengerti bahwa hijab merupakan kewajiban bagi wanita yang beriman
kepada Allah subhanhu wata’ala. Sehingga manakala ada seorang yang memiliki
penilaian yang berdasarkan nurani akan berpandangan bahwa sejatinya keindahan
adalah keindahan hati dan akhlak mulia bukan keindahan fisik yang diumbar
auratnya, kelihatan seluk-beluk tubuhnya. Oleh sebab itu, setiap pandangan yang
menyatakan keindahan ada pada lekukan wanita dan aurat yang terbuka adalah
pandangan yang bersifat hewaniyah, pandangan kebinatangan yang jauh dari fitrah
dan kesucian manusia yang diberi akal dan hati nurani.
Berbahagialah duhai kaum wanita yang masih memegang teguh dengan
ajaran Nabi Muhammad, mengenakan hijab (kerudung) di jaman yang penuh dengan
fitnah ini. Biarkanlah orang lain menganggap hijab sebagai keterbelakangan.
Justru sebenarnya, mereka yang penilai hijab sebagai keterbelakangan adalah
mereka yang terbelakang, sebab masih mempertahankan peradaban Jahiliyah.
Ada sebagian orang dengan bangganya menyatakan, lebih baik berhijab
hatinya daripada hijab luanya. Pernyatan semacam ini hanya keluar dari
orang-orang yang sebenarnya tidak siap menerima dan patuh akan perintah Tuhan
dan rasulnya. Bagaimana mungkin orang akan dibilang cukup baik hatinya dengan
menghijabkan hatinya, namun disaat yang sama ia belum bisa mengikuti perintah
Allah dan Rasulnya. Bukankah orang yang beriman tanpa basa-basi dengan
ketertundukan dan kehampaan jiwanya akan menerima perintah Tuhannya. Sebab ia
yakin, perintah Tuhannya pasti yang terbaik bagi hambanya. Bukankah kita pernah
mendengar, disaat Allah melarang Nabi Adam untuk mendekati buah khuldi adalah
sebuah perintah mulia. Namu Nabi Adam tergoda oleh rayuan dan jebakan Iblis
yang akhirnya menjadikan Nabi Adam terdampar di dunia setalah sekian lama
merasakan nikmatnya berada di Surga Allah. Dari kisah inilah, setiapa apa yang
Allah perintah dan Allah larang pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
Namun sekali lagi, nafsu dan akal selalu bertengkar. Dan siapa saja yang mampu
mengalahkan nafsunya dialah oarang yang beruntung di dunia dan akhiranya.
Meski orang yang berhijab belum tentu baik 100% bukan berarti orang
yang tak berhijab diklaim sebagai seorang wanita yang baik 100% pula, tidak.
Oleh sebab itu, tidak penting orang menilai baik atau buruk bagi wanita yang
berhijab. Yang lebih penting adalah melakukan kebaikan dan patuh akan
perintah-Nya. Bukankah penilaian manusia adalah penilaian yangs semu yang
justru akan menciderai niat baik berhijab yang tak lain diniatkan untuk Allah
subhanahu wata’ala.
Hijab adalah identitas wanita muslimah sejati yang tangguh ditengah
kemulut jaman. Ada sebuah kaedah menyatakan, membeli permen yang masih tertutup
segelnya akan terjamin kebersihan dan kesuciannya ketimbang membeli permen yang
terbuka segelnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar