Jumat, 27 September 2013

MENYIKAPI HARTA YANG KITA MILIKI






















Mungkin dari kita sepakat kalau hidup ini butuh harta untuk keberlangsungan mengarungi kehidupan di dunia fana, walaupun pada dasarnya harta bukanlah segalanya, tetapi tanpa harta kita tidak bisa bertahan hidup sebab hidup butuh makan dan minum yang dihasilkan dari usaha yang menjadi harta (uang). Dari uang, kita buat beli makanan, minuman dan pakain untuk memenuhi hak tubuh kita.
Orang boleh jadi mulia karena harta dan boleh jadi hina karena harta. Harta tidak pernah bersalah pada hartawan yang menjadikannya ia sombong karena kekayaannya dan meremehkan si miskin. Dan harta pula tidak pernah merasa berjasa pada hartawan yang menjadikannya ia mulia. Pada sejatinya harta hanyalah benda yang tidak tahu apa-apa, tidak bisa berbicara dan tidak akan marah pada pemiliknya.
Kita tidak bisa memberi catatan kaki kalau orang kaya itu lebih rendah derajatnya disisi Allah karena dianggap jauh dari Allah dibandingkan orang miskin. Pun pula kita tidak bisa menilai orang miskin itu lebih baik dan mulia ketimbang orang kaya karena diasumsikan dekat pada Sang Pencipta jagat raya ini. Al-Qur’an menjelaskan pada manusia bahwa ukuran dan identitas mulia disisi Allah bukan karena melimpah ruahnya harta dan bukan pula karena kemiskinannya seseorang, tetapi title mulia disisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa (takut) pada Tuhannya tidak pandang status kaya dan miskin, tampan/cantik dan jellek.

Harta yang dianggap terpuji versi Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan gambaran pada kita tentang harta-harta yang terpuji yang dimiliki seorang hamba Allah. Inilah harta-harta yang terpuji oleh Al-Qur’an: (1). Ada belasan ayat yang menjelaskan tentang terpujinya harta. Bukti Al-Qur’an memuji harta adalah peletakan kata harta diawal yang bergandengan dengan jihad, yakni dalam Al-Qur’an jihad dengan harta didahulukan daripada jihad dengan jiwa raga, seperti bunyi ayat: Orang-orang yang beriman dan berhijrah, serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan (At-Tawbah: 20).
Menurut Dr Ali Muhyiddin Al-Qarahdaghy dalam bukunya yang berjudul “al-Madkhal Ilal I’tishad al-Islam” bahwa jihad dengan harta termasuk jihad yang paling mulia dan agung serta dapat menyelamatkan umat dari kekufuran, kefakiran, kebodohan, dan virus penyakit.
Harta yang terpuji yang ke (2). Harta termasuk dari bagian harga surga. Dalam surat At-Tawbah Allah berfirman: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (At-Tawbah 111). Allah bertransaksi pada hambanya yang mukmin dengan membeli jiwa raga dan harta mereka dengan harga surga yang megah kebiruan, yakni surga yang tak bisa dipandang mata, tak mampu didengar telinga, dan tak dapat terlintas oleh perasaan hati akan keindahan dan kemegahan singgasana surga. Ke (3) harta yang terpuji menurut Al-Qur’an adalah harta yang menjadi qard al-hasan (hutang-piutang yang baik) bagi hamba Allah. Allah menjelaskan pada kita harta yang menjadi qardh al-hasan dalam firmannya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (Al-Hadid: 11).

Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa menyukai harta adalah fitrah manusia, oleh karena Islam datang untuk mengatur roda kehidupan manusia agar tidak terpedaya oleh harta yang menjadikannya ia lupa dan jauh dari al-Razzaq Tuhan pemberi rezeki (harta). Sebagaimana harta akan bernilai terpuji di sisi Allah tatkal pemiliknya dapat menginfakkan harta yang dimilikinya tersebut di jalan Allah, diinfakkan kepada fakir-miskin dan untuk kemaslahatn umat. Hal inilah disampaikan oleh Al-Qur’an dalam surah At-Tawbah yang berbunyi: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (At-Tawbah: 103). Harta akan menyucikan hati orang-orang yang hartanya dikorbankan untuk Allah, baik harta itu diberikan dengan bentuk zakat, infak, sedekah dan maslahah lil ummah. Inilah sekelumit penjelasan tentang keberadaan harta yang akan membawa pemiliknya pada kondisi yang dimulyakan dan dipuji oleh Allah SWT.

Harta yang tercela menurut perspektif Al-Qur’an
Di satu sisi Al-Qur’an menjelaskan pada kita bahwa harta itu dapat terpuji bagi pemiliknya yang menggunakan harta tersebut sesuai ajaran Islam, tetapi di sisi yang lain Al-Qur’an memberitahukan pada kita harta-harta yang tercela. Terbukti banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan secara lahiriyah akan ketercelaan harta sebagai berikut: (1) harta hanya akan membuat pemiliknya di azab oleh Allah sepeti penjelasan surah At-Tawbah: Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir. (At-Tawbah: 55). Ayat diatas mengindekasikan pada kita bahwa harta akan menjerumuskan pemiliknya pada siksaan Allah, toh walaupun maksud dari ayat diatas adalah harta yang dimiliki oleh orang-orang kafir. Mereka oleh Allah di dunia diberi banyak harta hanya untuk menambah siksa kepada mereka. (2) harta akan menjadi fitnah bagi pemiliknya sesuai keterangan Al-Qur’an yang berbunyi: Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu tiu hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (Al-Anfal: 28). Menurut Imam al-Razy yang dimaksud fitnah dalam ayat tersebut adalah harta yang dapat menyibukkan hati seseorang hamba hanya mencari dunia dan melupakan untuk berkhidmah dan beribadah pada Allah. Karena tatkala manusia banyak harta tak sedikit dari merekayang  melupakan kewajiban dirinya untuk selalu menghamba pada Allah.

Bagaimanakah kita bersikap pada harta?
Kita tidak dilarang untuk mencari harta karena bagaimanapun kehidupan butuh harta sebagai penunjang keberlangsungan hidup. Tetapi yang menjadi perhatian adalah bagaimana dengan harta yang dimiliki tersebut dapat menjadikan pemiliknya mulia di sisi Allah. Oleh karenanya Islam telah mengajarkan para pemeluknya untuk bersikap adil pada harta, yaitu mencari harta tidak sampai melupakan ibadah yang menjadi kewajiban seorang hamba Allah. mencari harta dengan jalan yang benar dan sesuai aturan-aturan Islam. Sahabat Ibnu Musayyib mengatakan, “ tidaklah ada nilai baik bagi seseorang yang mengumpulkan harta dari jalan yang tidak halal”.  Dengan harta kita akan mampu membantu orang-orang yang membutuhkan, dapat membangun kemajuan perekonomian demi kemajuan Islam dan peradaban, sampai-sampai Imam Sufyan at-Tsauri memberi motivasi untuk berharta, beliau mengatakan: pada masa kini harta menjadi senjata bagi orang-orang mukmin.
Dalam mencari harta kita harus bersikap zuhud (tidak cinta harta/dunia) dalam mengarungi kehidupan ini agar tidak rugi. Terus bagaimana yang dimaksud dengan zuhud (tidak cinta) harta. Menurut Syamsu-l Aryfin Munawwir dalam seminar “ Mendamaikan Mekanisme Antara Sufi dan Pasar” maksud dari zuhud adalah bukan berarti kita dilarang memiliki harta dunia, tetapi jangan sampai harta dunia memiliki ruang dalam hati yang menyebabkan lupa pada Allah.

Dalam pandangan ulama sufi, zuhud adalah tidak cinta dunia. Meski seseorang itu kaya, apabila hatinya tidak terikat dan tidak cinta dunia, maka ia adalah seseorang yang zuhud. Sebaliknya, meski orang itu miskin, apabila hatinya terikat dengan dunia dan cinta dunia, maka ia belum termasuk orang zuhud. Zuhud atu tidak, buka dilihat dari fisiknya, tetapi dari hatinya.
Alla kulli haal, silahkan kita berharta tetapi jangan sampai harta memiliki tempat di hati, sebgaimana do’a Sayyidina Ali bin Abi Thalib, “ Ya Allah letakkanlah dunia di tanganku, tapi jangan letakkn dalam hatiku.

Santri PP Sidogiri, asal Bangkalan yang sedang kuliah di STEI Tazkia jurusan BMI( Bisnis & Manajemen Islam)

Tidak ada komentar:

PALING PUPULER

KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI

Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...