Secara dzahir para Nabi alaihimus salam dan orang-orang shaleh al-akhyar (pilihan) lebih utama dibandingkan Malaikat. Sebab ketaatan Malaikat kepada Allah subhanahu wata'ala sudah menjadi karakteristik Malaikat yang tidak pernah terlintas untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan Manusia, ketaatannya butuh kepada proses suluk (mencari jalan yang baik) untuk mencapainya, butuh terhadap muhasabah (intropeksi diri), mengendalikan nafsu yang selalu bertarung dan mampu menjauhi maksiat serta butuh mujahadah (kesungguhan) melawan nafsu yang selalu mengajak kepada kesenangan semu. Dari sinilah para ulama al-muhaqqiqun memberikan komentar: bahwa para Nabi dan orang-orang shaleh lebih utama ketimbang Malaikat.
Manusia diberi akal dan syahwat yang keduanya saling menyerang. Akal mengajak kepada cahaya yang bersinar, keimanan, kebaikan. Syajwat menggoda manusia untuk selalu melakukan kesenangan semu, keburukan dan segala bentuk penghiatan seorang hamba kepada Tuhannya, Allah Azza Wazalla. Sehingga jika manusia bisa menembuh dimensi ketakwaan yang sempurna, makrifatullah, mengenal Allah maka dia derajatnya diatas derajat Malaikat. Sebaliknya, manusia akan lebih hina ketimbang hewan manakala dirinya terpedaya oleh syahwat.
Menjadi manusia seutuhnya harus mampu memanusiakan manusia, menghormati hak-haknya dan menjaga kehormatannya seperti menjaga kehormatan dirinya. Jangan jadi seorang yang berkepala manusia, tetapi pikiran dan hatinya berwujud hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar