Tujuan ekonomi Islam tidak bertentangan dengan tujuan diturunkannya
syariat, hukum-hukum Allah yang dibebankan pada umat manusia. Sebagaimana yang
telah maklum bahwa tujuannya syariat atau maqashid syariah adalah
menjaga agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta. Syaikh Abd Wahhab Khallaf menyampaikan
dalam kitabnya Ilmu Ushulil Fiqhi (1942:197): Orientasi umum
pensyariatan hukum adalah maslahah bagi manusia secara signifikan dengan upaya
memperhatikan hal-hal yang bersifat primer (daruriyat), sekunder (hajiyyat) dan
tersier (tahsiniyyat). Dengan demikian, tujuan umum Allah subhanahu wata’ala
mensyariatkan hukum tak lain adalah kemaslahatan bagi umat manusia secara
signifikan dalam kehidupan manusia, mendatangkan kebermanfaatan dan menolak
terjadinya kerusakan atau mafsadah. Sedangkan kemaslahatan bagi manusia
tidak terlepas dengan memperhatikan hal-hal yang bersifat daruriyyat, hajiyyat,
dan tahsiniyyat. Manakala kebutuhan manusia yang bersifat daruriyyat, hajiyyat,
dan tahsiniyyat telah terpenuhi maka semakin tampaklah kemaslahatan yang
dirasakan oleh manusia.
Setiap aktivitas ekonomi tidak boleh bertentangan dengan maqashid
syariah. Maka setiap praktik ekonomi yang bertentangan dengan maqashid
syariah tidak akan menjadikan masyarakatnya tentram, sejahtera, makmur dan
damai. Melainkan akan menjadikan masyarakatnya semakin rakus, rakus, dan rakus,
tidak memperhatikan nilai-nilai agama, ajaran, etika dan spritual. Seorang yang
punya banyak uang, manakala ia tidak mengerti akan nilai-nilai maqashid
syariah, bisa saja dengan uang yang dimilikinya dibuat membeli dan
mengkomsumsi barang yang diharamkan, beli minuman yang diharamkan, judi dan
club malam. Tapi beda ceritanya bagi seorang yang mengerti dan mengamalkan maqashid
syariah, pasti uang yang ada dalam sakunya akan digunakan pada sesuatu yang
tidak merugikan dirinya dan orang lain, ia akan menggunakannya pada sesuatu
yang bermanfaat, dibuat untuk menafkahi istri dan anaknya, dibuat untuk membantu
orang lemah, tertindas dan termarginalkan.
Sejahtera dalam finansial belum tentu sejahtera dalam kehidupan,
merasakan kedamaian dan ketentraman, manakala kering dari nilai-nilai
spiritual. Buktinya, banyak kita jumpai orang yang secara finansial mapan, tapi
tidak merasakan ketenangan hati dan ketentraman. Bahkan tak jarang mereka
mencari ketenangan dengan mendatangi tempat-tempat hiburan yang terlarang.
Akibatnya, bukan kedamaian dan ketentraman yang didapat, tapi kebingungan dan
kegelisaha dalam kehidupan. Oleh sebab itu, untuk menuju pada kesejahteraan,
kemakmuran, ketentaram dalam kehidupan ekonomi diperlukan memadukan nilai-nilai
spiritual dengan memperhatikan maqashid syariah.
Untuk sampai pada maqashid syariah perlu kita mengutip
pernyataan Dr, Muhammad Syafii Antonio: “Implementasi ekonomi dalam kehidupan
manusia harus menjunjung tinggi keadilan”. Dr. Muhammad Syafii Antonio, pakar
ekonomi Islam, ketika menjelaskan makna keadilan dalam hubungannya dengan
moralitas dalam bisnis, mengatakan bahwa
konsep keadilan dalam Islam berimplikasi kepada sosial dan keadilan ekonomi
(praktik bisnis).( Muhammad Syafii Antonio: 1999). Dalam konteks keadilan
sosial, Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Maka, semua
anggota keluarga ini mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Sedangkan
keadilan ekonomi, menurut Syafii Antonio, yaitu bahwa konsep persaudaraan dan
perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum
harus diimbangi dengan keadilan ekonomi. Tanpa pengimbangan tersebut, keadilan
sosial akan kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan
mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.
Setiap individu pun harus terbebas dari eksploitasi individu lainnya. (Hermawan
Kertajaya & Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, 2006).
Setiap pelaku ekonomi harus memperhatikan asas ekonomi, yaitu asas
keadilan yang merata. Setiap perbankan, asuransi, bisnis, dan segala aktivitas
ekonomi lainnya harus menjunjung tinggi keadilan. Islam memerintahkan pada
umatnya untuk berlaku adil dalam setiap aktivitas kehidupannya, baik aktivitas
sosial maupun ekonomi. Islam mengancam bagi siapa saja yang berbuat kedzaliman,
penipuan, dusta, dan memanipulasi. Kalau setiap pelaku bisnis memperhatikan
asas keadilan maka tercapailah maqashid syariah. Ketika maqashid
syariah tercapai, maka terwujudlah kemaslahatan bagi umat secara nyata dan
signifikan. Ketika tidak dijumpai dalam kehidupan ekonomi manusia praktik yang
merugikan, tercapilah kesejahteraan. Ketika dalam kehidupan manusia saling
mempraktikkan apa yang sudah Allah gariskan melalui hukum syariah, maka
tercapailah kemaslahatan umat. Berbicara ekonomi tidak hanya berbicara tentang
mencari keuntungan, profit, dan finansial, namun juga berbicara tentang
nilai-nilai dan etika dalam menjalankan aktivitas ekonomi. Nilai-nilai tersebut
telah diatur dalam Islam.
Rohmatullah Adny Asymuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar