Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
Islam yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam puncaknya adalah pasrah dan patuh pada Allah Subhanahu wata’ala dengan menjalankan apa yang telah Nabi Muhammad sampaikan pada umatnya dan dengan mengikuti apa yang Allah perintah dan menjauhi apa yang Allah larang.
Ajaran Islam sangat memerhatikan pada aspek maqashid syariah, yaitu tujuan syariah yang lima: menjaga diin (agama), jiwa, akal, kehormatan (keturunan), dan harta. Dengan datangnya ajaran Islam yang memerhatikan maqashid syariah berupa diin (agama) yang terkandung di dalamnya kumpulan akidah, ibadah, hukum, dan qonon (undang-undang) yang telah Allah syariatkan untuk keberlangsungan dan keteraturan hubungan manusia dengan Tuhannya (Allah Swt) serta hubungan manusia dengan manusia. Dan keberadaan Islam mensyariatkan keberadaan iman dan hukum-hukum maqqshid yang lima yang terbangun di atasnya Islam itu sendiri yang terangkum dalam rukun-rukun Islam yang lima yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam. Yang tak lain dari tujuannya tersebut, Allah mensyariatkan hal demikian adalah iqamatuddin (berdirinya agama Islam dengan tegak), dan menetapinya dalam hati dengan cara mengikuti hukum-hukum di mana manusia tidak akan bisa menjadi baik tanpa dengannya. Dan kemudian dampak dari hifdzu diin adalah kewajiban menyiarkan dakwah Islamiyah, memiliki rasa bertanggung jawab dengan dakwah. Serta dampak positif dari diin adalah uqubah (memberi sanksi) pada para pelaku bid’ah (yaitu amalan-amalan yang menyimpang dari tuntutan agama Islam).
Penulis tidak memperlua pembahasan mengenai maqashid syariah yang lima. Bagi yang ingin memperdalaminya silakan di baca dalam kitab ushulul fiqhi dan kitab sejenis. Namun penulis akan membahas sedikit saja, sebab berkaitan dengan judul tulisan di atas, yaitu mqashid syariah yang berupa hifdzul ‘Irdhi atau hifdzun nasli (menjaga kehormatan) adalah tujuan dari adanya syariat Islam. oleh demikian, Islam mengharamkan praktek seks (persetubuhan) di luar nikah, yaitu perzinahan. Mengenai keharaman perzinahan adalah merupakan ijma’ ulama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Saw. Seks di luar nikah (Zina) merupakan dosa besar yang paling besar setelah kekufuran dan pembunuhan. Sebab aib dari perzinahan akan merobohkan sendi-sendi rumah tangga, menghancurkan kehormatan yang mulia.
Perzinahan (sek bebas/sek di luar nikah) merupakan aib seumur hidup yang berimbas dari generasi ke generasi selanjutnya. Saking dari kejinya praktek seks luar nikah, Allah Swt memberikan sanksi hukum halal di bunuh pelaku zina yang berstatus muhshan (status menikah/punya suami/istri). Dan pelaku zina yang bukan muhshan ia di cambuk 100 kali cambukan tanpa adanya belas kasihan saat mengeksekusinya. Hukum ini berlaku tidak pandang bulu (lelaki-perempuan, kaya-miskin, pemuda-tua renta, pejabat-rakyat jelata). Di sebut dalam kitab Adab al- Islam Fi Nidzam al-Usrah, yang ditulis Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki (85) bahwa bau kemaluan pezina menyakitkan pada penduduk neraka lain yang tidak berzina, sebab baunya yang busuk. (Semoga Allah menjaga kita semua, keluarga dan sahabat kita dari dosa perzinahan, Aamiin).
Zina dalam istilah fikih adalah seksualitas yang dilakukan oleh orang yang berakal, baligh, merdeka yang telah memasukkan hasyafah (penis)nya atau separuh dari hasyafah bagi lelaki yang terputus alat kelaminnya (hasyafah) pada qubul (vagina wanita). Yang intinya, dikatakan berzina manakala melakukan persetubuhan sebelum melakukan akad nikah. tidak seperti penafsiran orang-orang liberal, seperti yang baru-baru ini yang lagi booming yang mengatakan: disebut perzinahan manakala dilakukan dengan dipertontonkan. Dengan begitu, berararti dalam mafhum mukhalafhanya, kalau tidak dilakukan dengan dipertontonkan (dalam ranah publik) berarti bukan zina. Inilah poin kesalahannya. Padahal sudah jelas, yang namanya praktek zina adalah seksualitas yang dilakukan oleh orang yang belum melangsungkan akad nikah baik dilakukannya secara privasi (diam-diam) atau terang-terangan. Dan perlu diketahui, keharaman perzinahan merupakan hukum majma’ alaih, yaitu hukum yang keharamannya telah disepakati oleh ulama dan diketahui secara daruri dari generasi ke generasi, bahkan sangat jelas hukumnya baik dalam Al-Qur’an maupun dalam hadist, sehingga bagi siapa saja yang menghalalkan barang yang haram yang telah disepakati keharamannya dan telah diketahui secara daruri, seperti menghalalkan zina maka ia dianggap murtad, keluar dari Islam seperti yang jelaskan oleh al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba Alawy dalam kitab Sullam at-Taufiq.
Pada dasarnya, fitrah hati manusia mengajak pada kebaikan dan kebenaran, namun nafsu dan setan tidak berhenti membujuk dan merayu manusia agar jatuh pada perangkapnya. Jika kesucian hati, akal dan pikirannya mampu malawan godaan nafsu dan setan, kebaikan akan selalu menyinarinya baik dalam idenya, pemikirannya dan tindak lakunya. Semoga kita semua Allah jaga kita dari setiap godaan setan, nafsu ammarah bi suu’, pemikiran yang menyimpang dan tindakan yang tak terpuji.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PALING PUPULER
KONSEP BERBANGSA DAN BERNEGARA SYEKH MUSTAFA AL-GHALAYAINI
Perihal bengsa sama dengan perihal individu bangsa itu sendiri. Tatkala individu bangsa, setiap satu persatu orang-orannya itu m...
-
Syaikh Al-Ajfuri dalam kitabnya, Al-Taqlid Asy-Syari’u Al-Ajfuri (83): Bilamana kita perhatikan akan kita jumpai bahwa bertaqlid...
-
Jangan buat hati saya bersedih. Suatu ketika Sayyidina Husain, Cucu Rosulullah Shollallahu alaihi wasallam ingin sowan bertemu Kakeknya...
-
*Motivasi Ilmu* Allah Swt tidak menciptakan manusia melainkan agar mereka mengenal (ma'rifat) pada Allah Swt dan menyembahnya (beribadah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar