Sumber foto: https://www.republika.co.id
Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni
Tanpa kita pungkiri, angka kemiskinan di Indonesia terbilang tidak sedikit. Hal Ini
mengindekasikan bahwa Negara kita masih belum cakap dalam menyejahterakan rakyatnya.
Padahal Negara mempunyai kewajiban penuh untuk menyejahterakan rakyatnya agar hidup
sakinah mawaddah warahmah, tentram, aman dan damai. Suatu Negara akan dibilang sejahtera bilamana angka
pengangguran minim. Sebab semakin sedikit kuantitas angka pengangguran suatu Negara, maka semakin tinggi kesejahteraan suatu Negara bagi penduduknya. Tetapi nyatanya, Negara kita belum mampu memberikan
kesejahteraan merata pada rakyatnya, masih banyak anak-anak bangsa yang dijumpai
dipinggiran jalan meminta-minta yang seharusnya mereka dapat merasakan indahnya belajar ilmu,
masih banyak orang-orang tua yang melintasi pinggiran jalan menengadahkan
tangannya untuk mendapatkan pemberian rupiah yang seharusnya bergembira ria mengasuh dan bersama anak-anaknya, dan masih banyak rakyat yang
tidurnya beralaskan bumi dan beratap langit tanpa tempat tinggal yang layak.
Disayangkan, Negara kita yang kaya dengan segala limpahan sumber daya alam yang
begitu luasnya, ternyata belum bisa menjadikan penduduknya sejahtera, aman dan santosa. Berikut penulis paparkan tabel kemiskinan dari tahun 2009-2012 sesuai data Badan Pusat Statistik:
Tahun
|
Tingkat
Kemiskinan
|
2009
|
14,16%
|
2010
|
14,15%
|
2011
|
12,49%
|
2012
|
11,96%
|
Sumber: Badan Pusat
Statistik
Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan angka kemiskinan pada 2010
tidak banyak berubah dengan 2009 yakni 14,15 persen, dan di Indonesia orang
suka atau tidak suka harus bekerja jikalau menganggur ia akan mati. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012
mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53
persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02
juta orang (12,49 persen). Bahkan berdasarkan data BPS yang terbaru, secara
persentase penduduk miskin cederung menurun, tetapi secara riil jumlah penduduk
miskin terus bertambah. Hal itu setidaknya terlihat sejak tahun 2013. Pada
tahun 2013, penduduk miskin 11,37 persen dengan jumlah mencapai 28,07 juta jiwa[1].
Dari banyaknya angka kemiskinan di Indonesia dibutuhkan adanya solusi yang mumpuni dalam mengentaskan angka kemiskinan sehingga rakyat sejahtera. Disinilah kehadiran instrument zakat, wakaf, sedekah sangat penting di dalam keikutsertaannya memberikan solusi untuk mengentaskan dan menghilangkan problematika kemiskinan yang menjerat rakyat Indonesia. Dalam karya ini, penulis akan memfokuskan pada pembahasan zakat sebagai salah satu instrumen yang mampu mengentaskan dan meleyapkan kemiskinan di bumi Nusantara ini. Sebab dengan mengeluarkan zakat bagi pihak yang berkewajiban (muzakki) disamping dapat menyejahterakan penerima zakat (mustahiq), juga zakat dapat membuat tentram hati. Dengan instrumen zakat, dirasakan maupun tidak dirasakan, sebenarnya sikaya telah berkontribusi dan mengayomi pada simiskin. Dengan adanya instrumen zakat ini, pastinya yang miskin mendapatkan banyak manfaat, ia dapat mengoptimalisasi dana zakat sebagai alat untuk memproduksi barang (berdagang, berjualan), bekerja dan berusa dalam meningkatkan matapencahariannya. Sehingga ia sedikit perlahan bisa terbebas dari belenggu kemiskianan.
Dari banyaknya angka kemiskinan di Indonesia dibutuhkan adanya solusi yang mumpuni dalam mengentaskan angka kemiskinan sehingga rakyat sejahtera. Disinilah kehadiran instrument zakat, wakaf, sedekah sangat penting di dalam keikutsertaannya memberikan solusi untuk mengentaskan dan menghilangkan problematika kemiskinan yang menjerat rakyat Indonesia. Dalam karya ini, penulis akan memfokuskan pada pembahasan zakat sebagai salah satu instrumen yang mampu mengentaskan dan meleyapkan kemiskinan di bumi Nusantara ini. Sebab dengan mengeluarkan zakat bagi pihak yang berkewajiban (muzakki) disamping dapat menyejahterakan penerima zakat (mustahiq), juga zakat dapat membuat tentram hati. Dengan instrumen zakat, dirasakan maupun tidak dirasakan, sebenarnya sikaya telah berkontribusi dan mengayomi pada simiskin. Dengan adanya instrumen zakat ini, pastinya yang miskin mendapatkan banyak manfaat, ia dapat mengoptimalisasi dana zakat sebagai alat untuk memproduksi barang (berdagang, berjualan), bekerja dan berusa dalam meningkatkan matapencahariannya. Sehingga ia sedikit perlahan bisa terbebas dari belenggu kemiskianan.
Oleh sebab itu, mau tidak mau hamba Allah yang diberi keluasan rezeki (orang-orang kaya) ada kewajiban dan tanggungjawab pada Allah berupa kewajiban membayar zakat dengan penuh ketaatan. Kewajiban membayar zakat sudah Allah singgung dengan tegas dalam firmannya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS At-Taubah: 103).
Seputar Definisi Zakat
Pengertian Zakat
Secara etimologis kata zakat berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, tambah, berkembang/ annama’. Menurut pengertian terminology adalah
اسم لمال مخصوص على وجه مخصوص يصرف لطائفة مخصوصة
Nama bagi harta tertentu atas cara tertentu yang ditasarrufkan (diberikan) pada golongan tertentu. (Quut al-Habib al-Gharib, Syaikh Nawawi al-Bantany hlm 99, Al-haramian, 2005). Atau jumlah harta tertentu yang diambil dari harta orang tertentu dengan rekomendasi atau syarat tertentu (Dalam pengertian zakat tersebut meliputi pengertian zakat maal (zakat harta) dan zakat fitrah. Jadi zakat tidak boleh diberikan pada yang selain golongan yang wajib menerima zakat yang ada delapan golongan (ashnaf al-tsamaniyah) yang disebutkan dalam Al-Qur'an . Dan zakat memiliki syarat dan rukun-rukun yang musti harus diketahui oleh kita, sebagai umat Islam.
Pengertian Zakat Produktif
Sebenarnya pengertian zakat produktif tidak jauh beda dengan pengertian zakat yang telah disebutkan di atas. Namun dalam pengertian zakat produktif ada penekannya yaitu dalam pendistribusian zakat yang dialokasikan pada delapan golongan ( fakir, miskin, amil zakat, muallaf, pembebasan budak, orang yang terlilit hutang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan) yang telah ditetapkan Al-Qur’an semaksimal mungkin dana zakat tidak dihabiskan begitu saja, alias dana zakat hanya bersifat konsumtif semata. Tetapi yang menjadi titik penekanan dalam zakat produktif adalah bagaimana dana zakat tersebut dapat menunjang stabilitas finansial mustahiq dengan cara dana zakat ini diberikan dalam bentuk uang yang selanjutnya dibuat untuk aktivitas ekonomi. Misalnya, dana zakat dibuat membelikan barang-barang yang bisa dijual, atau dibuat untuk menunjang aktivitas pertanian bagi para petani, sehingga dana zakat ini benar-benar mampu menyejahterakan para mustahiq, tidak hanya sekadar memberikan dana konsumtif begitu saja. Sebab, menurut hemat penulis, kalau dana zakat hanya diberikan dalam bentuk dana konsumtif tidak akan mampu menyejahterakan mustahiq, sebab dana zakatnya habis begitu saja. Namun jika dana zakat ini diproduktifkan dengan cara yang telah disebutkan tadi, ada peluang mustahiq bisa sejahtera.
Oleh karenanya badan Amil zakat dan pihak pengelola zakat diharapkan tidak hanya mendistribusikan zakat berupa barang konsumtif semata, seperti bentuk uang atau beras. Tetapi Amil zakat sebisa mungkin dapat mendistribusikan zakat berupa barang produktif. Yaitu zakat bukan hanya sekadar memberi orang miskin sekian rupiah atau sekian jumlah beras (makanan pokok), namun bagaimana dalam penyaluran zakat ini dapat memberikan tingkat hidup yang layak. Dana zakat produktif ini dijadikan sebagai modal berusaha. Dana zakat produktif dibuat untuk membuka usaha produktif dan kreatif dengan bimbingan dari pihak Lembaga Amil Zakat atau lembaga-lembaga lain yang mengurusi zakat. Dengan adanya zakat produktif dalam jangka panjang penerima zakat (mustahiq) tidak menjadi mustahiq lagi tetapi beranjak menjadi pemberi dan penyalur zakat sebab dirinya sudah sejahtera.
Menurut optimisme penulis, adanya zakat produktif ini sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan, menumbuh-kembangkan perekonomian dari mikro keluarga sampai makro negara, dan imbasnya masyarakat akan sejahtera. Upaya dan usaha menjadikan dana zakat produktif ini perlu adanya bimbingan berlanjut kepada mustahiq (penerima zakat) agar mampu menggunakan dana zakat ini menjadi produktif dengan beragam bentuk usaha, seperti jualan, membuka warung, atau dananya dibuat untuk menunjang pertanian, dibuat beli pupuk dan sebagainya. Maka ketika mereka mampu mengelola dana zakat ini dengan segala bentuk aktivitas usahanya yang produktif-kreatif akan tercipta kemandirian dalam kehidupan, terciptanya aktivitas-aktivitas yang produktif menghasilkan penghasilan untuk menunjang kehidupan yang pada puncaknya mereka tidak lagi bergantung pada pemberian orang lain.
Kelebihan zakat produktif ini akan terlihat hasil positifnya secara nyata dengan terciptanya masyarakat yang sejahtera dalam kehidupan dan finansial, tercipta kemandirian hidup, jikalau memang dana zakat ini buat dana produktif oleh mustahiq dan adanya bimbingan berkelanjutan baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta yang menangani proyek kesejahteraan ini. Dengan demikian harapan penulis yang membaca artikel ini, bagi pihak yang berkewajiaban mengeluarkan zakat, amil zakat, pihak pemerintah dan swasta bersungguh-sungguh mendistribusikan zakat dalam bentuk zakat produktif. Dengan bentuk tidak memberikannya dalam bentuk zakat konsumsit. Tujuan dan usaha pendistribusian zakat produktif ini agar tidak sia-sia (dalam artian: dapat menjadikan mustahiq sejahtera), maka dibutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan bagi pihak atau badan pengelola zakat.
Program zakat produktif ini tidak hanya menjadi kewajiban bagi pemerintah semata, melainkan juga bagi perusahaan swasta yang telah mencapai nishab wajibnya mengeluarkan zakat maal (zakat harta), serta para pelaku bisnis (pedagang) yang telah mencapai nishab wajibnya mengeluarkan zakat profesinya dan bisnisnya (berdagang). Artinya, setiap anak bangsa Indonesia yang beragama Islam memiliki kelebihan harta yang berkewajiban berzakat, ia diminta sepunuhnya untuk saling membantu anak bangsa dalam menyejahterakannya. Tugas ini tidak hanya oleh pemerintah, tapi kita juga sama-sama memiliki tanggungjawab untuk saling bantu-membantu.
Akhiral kalam, zakat produktif ini sangat urgen dipraktikkan demi tercapainya tujuan mulia dan demi terciptanya masyarakat yang produktif, mandiri, kompetitif dan sejahtera, sehingga yang awalnya kehidupan masyarakat bergantung pada orang lain, perlahan beralih menjadi pemberi dan penolong bagi orang lain.
Diharapkan zakat produktif ini mendapatkan support lebih dari pemerintah dan lembaga swasta lainnya yang mengurusi penghimpunan dan pendistribusian zakat, sehingga kesejahteraan, kemakmuran bagi bangsa Indonesia benar-benar realistis, terwujud dan terlaksana. Bukan hanya sekadar teori.
Wassalam.
[1] http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-kemiskinan-pada-2015
Quut al-Habib al-Gharib, Syaikh Nawawi al-Bantany hlm 99, Al-haramian, 2005
Quut al-Habib al-Gharib, Syaikh Nawawi al-Bantany hlm 99, Al-haramian, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar